Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya buka-bukaan soal penyebab defisit alias tekornya keuangan BPJS Kesehatan selama beberapa tahun belakangan ini.
Sri Mulyani membuka penyebab keuangan BPJS Kesehatan tekor saat rapat kerja (raker) bersama Komisi XI mengenai pengesahan DIM RUU Bea Materai dan BPJS Kesehatan di ruang ruang rapat Komisi XI, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
"Karena BPJS Kesehatan tidak menerima iuran yang seharusnya dari peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta umum," kata Sri Mulyani.
Sri Mulayni mengungkapkan, total peserta BPJS Kesehatan hampir 223 juta orang. Di mana, untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dari APBN sebanyak 96,5 juta orang, peserta PBI dari APBD sebanyak 37,3 juta orang. Peserta yang merupakan pegawai penerima upah (PPU) pemerintah 17,1 juta orang, untuk PPU badan usaha dari swasta maupun BUMN sebanyak 34,1 juta orang, sedangkan PBPU sebanyak 32,5 juta orang, lalu peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja (pensiunan) sebanyak 5,1 juta orang.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bilang, kewajiban pemerintah terhadap PBI selalu dipenuhi lewat alokasi anggaran di Kementerian Kesehatan. Bagitu juga dengan para PPU baik pemerintah maupun badan usaha selalu terpenuhi karena skema pembayarannya lewat pemotongan penghasilan, di mana sebagian ditanggung pemberi kerja dan peserta.
Namun untuk yang PBPU, kata Sri Mulyani merupakan peserta umum yang bisa dibilang seperti wiraswasta tercatat masih banyak yang menunggak pembayaran iuran namun tetap mendapat fasilitas layanan kesehatan.
"Namun sebagian besar menikmati layanan dan itu yang menyebabkan BPJS menghadapi situasi sekarang, mereka (BPJS) harus mambayar untuk fasilitas kesehatan, maka BPJS menjadi defisit," jelas Sri Mulyani.
Defisit keuangan BPJS Kesehatan, tercatat pada tahun 2014 sebesar Rp 1,9 triliun, pada 2015 menjadi Rp 9,4 triliun. Pada tahun 2016, defisit sedikit mengecil menjadi Rp 6,4 triliun. Pada tahun 2017 tercatat defisitnya melonjak menjadi Rp 13,8 triliun. Sedangkan di tahun 2018 atau tahun kemarin defisitnya melesat ke angka Rp 19,4 triliun.
"Ini akibat tadi penerima BPJS yang bukan pemerintah dan bukan badan usaha tapi masyarakat umum (PBPU)," tegasnya.
Selain itu, Sri Mulyani mengungkapkan penyebab lain yang membuat keuangan BPJS Kesehatan tekor adalah manipulasi kelas rumah sakit yang masuk dalam sistem jaminan kesehatan nasional (JKN).
Dari hasil audit BPKP, Dia menceritakan, terdapat rumah sakit yang meningkatkan kelas demi mendapatkan dana yang lebih besar. Sebab rumah sakit memiliki klasifikasi dari kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D. Kelas A tentunya memiliki cost yang lebih mahal sedangkan kelas D paling murah.
"Salah satu temuan BPKP di daerah ada RS golongan D dia mengakunya C untuk dapat unitnya besar, itu ada temuannya BPKP bahwa FKRTL (rumah sakit) ini penggolongannya mereka main ke atas, ini yang coba dirapihkan oleh Kemenkes melakukan riview RS," ungkap dia.
Asal tahu saja, BPJS Kesehatan melibatkan 23.075 faskes tingkat I (FKTP) dan rumah sakit (FKRTL) sebanyak 2.453 di seluruh Indonesia. Dari hasil audit tahun 2018, FKTP telah memberikan 147,4 juta layanan.
Sedangkan untuk FKRTL alias RS memberikan sebanyak 76,8 juta layanan rawat jalan, untuk rawat inap sebanyak 9,7 juta layanan. Sehingga JKN selama tahun 2018 itu terdapat 233,9 juta layanan.(dtf)