Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara (Badko HMI Sumut), Muhammad Alwi Hasbi Silalahi menyebut banyak rumah sakit (RS) dan klinik di Kota Medan yang tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau incinerator untuk mengelola limbah berjenis bahan berbahaya dan beracun (B3). Ia pun mendesak Gubernur Edy Rahmayadi segera mengevaluasi kinerja Dinas Lingkungan Hidup Sumut.
Hal itu dikatakan Hasbi menjawab wartawan terkait persoalan RS yang harus mengelola limbah B3 dengan incinerator, melalui pesan Whatsapp pada Rabu (21/8/2019).
Disampaikan Hasbi, hanya ada beberapa RS di Kota Medan yang memiliki incinerator pengelola limbah B3. Kondisi itu menurutnya tidak memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup.
"Hanya ada beberapa RS di Kota Medan yang memiliki incinerator pengelola limbah B3, sekitar dua atau tiga, di antaranya RS Adam Malik dan RSUD Pirngadi Medan. Jelas ini menjadi persoalan bagi sejumlah rumah sakit swasta, sebab tak mungkin semua limbah B3 ditampung oleh dua atau 3 RS tersebut," terangnya.
Fakta di lapangan, lanjut Hasbi, banyak ditemui limbah RS di Kota Medan yang terpaksa harus ditanam karena disebabkan masih banyaknya RS tidak memiliki incinerator pengelola limbah B3. Hal itu kata Hasbi, mengganggu kenyamanan dan kesehatan manusia.
"Banyak kami temui limbah RS itu terpaksa harus ditanam, dan itu mengganggu kesehatan dan kenyamanan. Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman, baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih dan lain sebagainya, bukan malah sebaliknya," ungkap Hasbi.
Diterangkannya, berdasarkan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/2004, pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah, di antaranya gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, kerusakan harta benda yang dapat disebabkan oleh garam-garam, gangguan dan kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus gangguan terhadap kesehatan manusia, gangguan genetic dan reproduksi dan masih banyak lagi.
Menanggapi hal itu, Kadis LH Sumut, Binsar Situmorang, mengatakan bahwa kewenangan dari pengawasan terhadap pengelolaan limbah B3 RS itu sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dilakukan oleh penerbit izin lingkungan, yaitu Pemkab dan Pemko.
"Jadi bukan Pemprov Sumut, tapi Pemkab atau Pemko," jelas Binsar menjawab konfirmasi wartawan, Kamis (22/8/2019).
Namun demikian, kata Binsar, Pemprov Sumut telah melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap kabupaten, di mana hasilnya sebagian RS melakukan pengelolaan limbah B3 dengan menggunakan jasa pihak ketiga yang telah memiliki izin pengolahan melalui incenarator dari Kementerian LHK.
Dikatakan Binsar, sistem pengolahan limbah RS dengan menggunakan jasa pihak ketiga lebih efisien dan efektif, baik dari sisi pembiayaan dan kemudahan dalam pengawasan oleh pemerintah dan mengurangi risiko pencemaran udara yang bersifat B3 bila masing-masing RS menggunakan incenerator.
Lebih lanjut dijekaskan Binsar, selama ini pihak RS mengeluarkan biaya yang sangat tinggi dan membutuhkan lahan yang sangat luas dan proses perizinan yang cukup panjang dari Kementerian LHK jika menggunakan inceneratir. "Sebab mengingat alat ini juga menghasilkan limbah B3," sebutnya.
Oleh karena itu, kurang tepat kalau dikatakan bahwa Dinas LH Sumut tidak berperan aktif dalam pengeloaan limbah B3 /Limbah Medis dari RS.
"Menanggapi hal ini Pemprov Sumut juga telah berkordinasi dengan Kementerian PPN/Bappenas dalam penyusunan studi kelayakan pengadaan dan pengolahan limbah B3 terpadu, termasuk incenerator medis di Sumut sebagai upaya mengurangi biaya yang cukup tinggi bila dikirim limbah B3-nya ke Pulau Jawa," pungkas Binsar.