Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pertamina MOR I telah mengoperasikan 2 lagi lembaga penyalur SPBU kompak BBM satu harga di Kecamatan Lahusa dan Kecamatan Lolowa'u, Kabupaten Nias Selatan, Sabtu (17/8/2019). Unit Manager Communication, Relation, & CSR MOR I, Roby Hervindo, kepada wartawan di Medan, Kamis (22/8/2019), menyebutkan hingga kini jumlah BBM satu harga di Sumut (semuanya berada di Nias) menjadi 8 dari sebelumnya hanya 6 pada akhir 2018.
"Sehingga kini telah hadir total delapan BBM satu harga di sana. Lembaga penyalur ini terdiri dari tujuh SPBU kompak dan satu SPBU nelayan," jelas Roby Hervindo, seraya menambahkan hingga 2018 kemarin, Pertamina MOR I telah mengoperasikan sebanyak 22 lokasi BBM satu harga di lima provinsi, yakni 3 di Aceh, 6 di Sumut, 6 di Sumbar, 1 di Riau dan 6 di Kepri.
"Dan penambahan dua di Nias Selatan itu menjadi delapan keseluruhan di Sumut, membuat Pertamina MOR I menjadi wilayah dengan jumlah lokasi BBM satu harga terbanyak ketiga se-Indonesia, setelah Papua dan Kalimantan," ungkapnya.
Sebelum adanya proram BBM satu harga, harga BBM di kedua kecamatan itu berkisar Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per liter. Dengan hadirnya 2 SPBU kompak ini, harga BBM kini sama dengan wilayah lain yaitu Rp.6.450 untuk premium dan Rp 5.150 untuk Biosolar," ujar Roby Hervindo.
Hingga Juli 2019, realisasi penyaluran BBM di Kabupaten Nias mencapai 18.600 liter Premium dan 14.300 liter Biosolar. BBM untuk SPBU kompak di Kecamatan Lahusa dan Kecamatan Lolowa’u dipasok dari Terminal BBM Gunung Sitoli.
Sebelumnya, masyarakat di 2 kecamatan itu harus pergi ke Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli untuk dapatkan BBM. Penyaluran dari TBBM Gunung Sitoli menggunakan mobil tangki kapasitas 5.000 liter untuk Kecamatan Lahusa, dan 8.000 liter untuk Kecamatan Lolowa'u.
Sebagaimana diketahui, program BBM Satu Harga merupakan komitmen pemerintah untuk menyediakan energi yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T). Sesuai amanat UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 dan UU Energi Nomor 30 Tahun 2007, Pertamina ditugaskan membuka aksesibilitas dan availibilitas energi yang berkelanjutan.