Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Tewasnya satpam bernama Iskandar di Tangerang akibat gigitan ular weling (Bungarus candidus) membuat penanganan gigitan hewan berbisa disorot publik. Ternyata Indonesia tak punya bisa khusus ular weling. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta memperhatikan riset penanganan gigitan hewan berbisa.
"Kasus korban gigitan weling di Indonesia banyak berakhir dengan kematian," kata pakar penanganan gigitan hewan berbisa (toksinolog) sekaligus penasihat temporer WHO untuk gigitan ular, dr Tri Maharani, saat berbincang, Sabtu (24/8/2019).
Di Indonesia, serum antivenom yang tersedia ada dua. Kedua-duanya berjenis polivalen yakni satu jenis antivenom yang bisa menangani sejumlah jenis bisa ular. Untuk kawasan Indonesia barat, antivenomnya adalah Bio SAVE atau SABU (Serum Anti Bisa Ular) I produksi PT Bio Farma (Persero). Antivenom ini bisa menetralisir bisa ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), ular welang (Bungarus fasciatus), dan ular kobra (Naja sputatrix).
Di Indonesia timur, jenis-jenis ularnya berbeda. Antivenom yang tersedia adalah Polyvalent Snake Antivenom dari Australia-Papua Nugini, biasa disebut SABU II, produksi bioCSL Australia. Antivenom ini bisa menetralisir brown snake (Pseudonaja textilis), tiger snake (Notechis scutatus), death adder (Acantophis antarticus), taipan (Oxyuranus scutellatus), dan ular hitam (Pseudechis australis).
Bio SAVE atau SABU II bisa mengatasi bisa ular yang kadang sering disangka sama saja dengan weling, yakni welang. Apakah Bio SAVE bisa mengatasi bisa ular welang?
"Tidak ada yang meriset selama puluhan tahun soal itu. Yang kini dibutuhkan adalah riset cross-netralisation, guna meneliti apakah itu bisa dipakai sebagai antivenom weling atau tidak. Kalau itu tidak bisa dipakai, maka kita harus membuat riset untuk menemukan monovalen (antivenom khusus untuk satu jenis bisa ular) atau polivalen yang bisa diterapkan untuk weling," tutur Maha, penyabet gelar Doktor biomedis dari Universitas Brawijaya ini.
Dia membandingkan, Thailand punya serum monovalen untuk bisa ular weling. Wajar saja negara tetangga itu sudah melakukan riset sejak 1923, sedangkan Maha sebagai pelopor riset di Indonesia tentang data snake bite baru melakukan penelitiannya tahun 2012. Dia merasa kalah langkah dengan Thailand yang kini sudah punya 40 antivenom monovalen dan polivalen.
"Semoga diperhatikan oleh pemerintah. Saya ingin diperhatikan oleh satu, Pak Jokowi. Pak Jokowi harus memperhatikan soal manajemen gigitan hewan berbisa. Bukan hanya ular saja, ada tawon, ubur-ubur, ulat bulu, kalajengking," kata pendiri dan koordinator Remote Envenomation Consultant Service (RECS) Indonesia ini
"Indonesia itu kaya, yakni kaya dengan hewan berbisa. Riset perlu diprioritaskan," tandas Maha.(dth)