Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pindah Ibu Kota, tak semudah pindah rumah atau kos-kosan. Selain persoalan infrastruktur, UU terkait juga perlu dipersiapkan matang.
"Bappenas sebagai institusi yang diberi kepercayaan oleh Presiden untuk mempersiapkan konsep pemindahan ibu kota ternyata belum mempersiapkan aspek hukum yang komprehensif mengenai pemindahan ibu kota ini," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono saat berbincang, Selasa (27/8/2019).
Bentuk belum komprehensifnya persiapan aspek hukum ini dapat dilihat saat pemerintah menyatakan akan mengajukan RUU penetapan ibu kota baru kepada DPR.
"Padahal jika diidentifikasi secara cermat maka bukan hanya UU penetapan ibu kota baru yang dibutuhkan untuk mendukung suksesnya pemindahan ibu kota ini, melainkan juga perubahan beberapa UU lainnya yang memiliki keterkaitan dengan pemindahan ibu kota ini," tegas Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember itu.
Beberapa regulasi dalam bentuk UU yang perlu dibentuk dan diubah oleh pemerintah dengan persetujuan DPR adalah:
1. UU tentang penyataan Kalimantan Timur sebagai ibu kota baru.
UU ini akan berisi pernyataan yang mencabut penetapan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan menetapkan Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibukota negara baru. Contoh UU kategori pertama ini adalah seperti UU 10/1964 tentang Pernyataan DKI Jakarta Tetap Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta.
2. UU perubahan UU 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota NKRI.
Perubahan dilakukan dengan mengubah sifat provinsi DKI Jakarta yang awalnya sebagai daerah khusus yang berfungsi ibukota negara dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi menjadi hanya daerah otonom pada tingkat provinsi sebagaimana provinsi lainnya dan tidak memiliki kekhususan lagi.
"Implikasi dari perubahan UU 29/2007 ini maka pengaturan provinsi DKI Jakarta setelah tidak jadi ibukota akan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah pada umumnya sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia," papar bayu.
3. Mengubah UU yang mengatur Provinsi Kalimantan Timur.
Perubahan dilakukan dengan menjadikan Kalimantan Timur bukan lagi hanya sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi sebagaimana provinsi lainnya melainkan menjadikan Kalimantam Timur sebagai daerah otonom sekaligus sebagai daerah khusus yang berfungsi sebagai ibukota NKRI. Perlunya perubahan UU Provinsi Kalimantan Timur diperlukan mengingat Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 menyebutkan:
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
4. Melakukan perubahan terhadap UU Kelembagaan Negara
UU yang di dalamnya menyebut kedudukan lembaga negara tersebut di ibu kota negara apabila nantinya lembaga negara tersebut memilih tetap berkedudukan di Jakarta.
"Sebagai contoh kedudukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diproyeksikan tetap berada di Jakarta sebagai pusat bisnis dan jasa keuangan," tegas Bayu.
Oleh sebab itu, menurut Bayu, kebutuhan beberapa regulasi dalam bentuk UU untuk mendukung suksesnya pemindahan ibu kota tersebut sebaiknya diajukan dalam satu paket agar terjaga konsistensi antar regulasi serta dapat terselesaikan dalam waktu yang bersamaan.
"Paket regulasi tentang pemintaan Ibukota ini sebaiknya juga diajukan kepada DPR periode 2019 - 2024 mengingat DPR periode 2014 - 2019 akan segara mengakhiri masa tugas sehingga tidak efektif lagi untuk membahas paket regulasi yang strategis ini," ungkasnya.(dtc)