Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Lagi-lagi kita menundukkan kepala. Massa demonstran membakar kantor Majelis Rakyat Papua, kantor Telkom, kantor pos, dan sebuah SPBU yang berjejer di Jalan Koti, Jayapura, Kamis (29/8) lalu. Aksi itu dipicu oleh dugaan tindak rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, belum lama ini. Demonstran juga melempari kantor-kantor dan hotel.
Seperti diberitakan oleh banyak media, sekitar 1.000-an pendemo menduduki daerah Lampu Merah Abepura. Pertokoan dan perkantoran tutup sejak pukul 12.30 WIT. termasuk Mal Jayapura. Begitu juga, sejumlah kafe dan hotel.
Kodam XVII/Cenderawasih menyiapkan pasukan sebanyak dua satuan setingkat kompi (SSK) untuk membantu polisi mengamankan situasi Jayapura.
Padahal, kemarinnya, Rabu (28/8), massa yang berunjukrasa halaman Kantor Bupati Deiyai, juga rusuh.
Tiba-tiba datang sekitar 1.000-an orang berlari-lari kecil memperagakan tarian perang. Sebagian menyerang mobil yang ditumpangi anggota TNI dan merampas 10 senjata api (senpi) jenis SS 1 beserta magasen berisi amunisi. Bahkan ada menggunakan parang dan anak panah yang menewaskan Serda Rikson.
Kontak senjata pun meletus. Ada tiga orang (dua warga sipil dan seorang anggota TNI) yang tewas. Lima anggota TNI dan Polri juga terluka.
Bendera Bintang Kejora
Unjukrasa di Papua memang menjalar dari kota ke kota. Sepekan sebelumnya, usai unjuk rasa di Manokwari, Sorong dan Jayapura, situasi panas juga terjadi di Fakfak Papua Barat dan Mimika, Papua. Di Fakfak, massa membakar pasar dan kantor Dewan Adat, Rabu (21/8/2019).
"Bendera Bintang Kejora sempat dinaikkan lalu diturunkan aparat," ujar Kabid Humas Polda Papua Baratt AKBP Mathias Krey.
Kericuhan bermula saat unjuk rasa warga menyuarakan antirasisme di gedung DPRD Mimika. Tiba-tiba ada kelompok orang yang menyerang polisi dengan melempar batu
Ternyata menurut kepolisian, diduga aksi demo yang berujung ricuh di DPRD Mimika ditunggangi provokator. Aksi demo itu disusupi isu Papua Merdeka dan referendum.
"Mereka mengalihkan isu dari penolakan rasis menjadi referendum atau Papua Merdeka," kata Kapolres Mimika, Agung Marlianto, di Mapolres Mimika, Rabu (21/8/2019).
Saya membayangkan betapa sulitnya aparat keamanan untuk membedakan mana massa yang murni memperjuangkan antirasialisme, dan mana massa “pembonceng” yang mengusung isu Papua Merdeka.
Saya kira, tiba masanya bersikap tegas namun tetap terukur terhadap mereka yang menangguk di air keruh. Tapi secara bersamaan, pemerintah juga harus menyentuh akar masalah Papua yang barangkali saja masih menyimpan “api dalam sekam.”
Sikap Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menegaskan siap berdialog dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua pimpinan Egianus Kogoya, patut didukung.
Kesiapan itu disampaikan Panglima setelah bertatap muka dengan tokoh masyarakat, agama dan adat Mimika dan Wamena di Timika, Rabu (28/8). Hadi juga menyampaikan hal serupa saat bertemu tokoh masyarakat di Biak dan Jayapura, Selasa (27/8).
Presiden Joko Widodo pun akan berkunjung ke Papua dalam waktu dekat ini. Dia akan berdialog dengan masyarakat Papua seraya mendengarkan aspirasi rakyat Papua.
Sebetulnya,. selama ini perhatian pemerintah superserius terhadap Papua. Mulai dari pembangunan Trans Papua hingga realisasi BBM satu harga di Papua sama dengan harga di Jakarta. Presiden juga paling sering berkunjung ke Papua.
Menunjukkan Cinta
Saya kira pemerintah harus lebih intensif dan massif menunjukkan “cinta”-nya kepada Papua. Ibarat memperebutkan seorang “gadis” pemerintah harus membuktikan lebih mencintai rakyat Papua dibanding KKB dan pendukung Papua Merdeka.
Dulu PRRI sempat eksis di Tapanuli dan Sumatera Barat pada 1950-an karena masih disokong oleh sebagian rakyat yang jumlahnya signifikan. Namun ketika kaum pemberontak mulai memeras rakyat, dukungan rakyat pun mengendur.
Kesetiaan rakyat Papua terhadap NKRI harus digelorakan agar semakin kental. Kemudian dibarengi dengan langkah-langkah pemerintah yang harus simpatik serta dielu-elukan rakyat.
Saya percaya bahwa pendukung Papua Merdeka akan kehilangan pamor jika tak mendapat simpati dari rakyat Papua sendiri.
Ibarat lahan ilalang kering yang mudah terbakar, harus digantikan dengan tanaman produktif. Pelajari dan atasi musababnya, itulah persoalannya.