Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Melegakan juga mendengar penjelasan Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut, M Fitriyus, dan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua, kepada wartawan, di Medan, Sabtu (31/8/2019). Soalnya, di berbagai jejaring media sosial dan online, santer penolakan masyarakat terhadap wacana wisata halal di kawasan Danau Toba sebagaimana disampaikan Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi belum lama ini.
Gubernur Edy Rahmayadi beberapa hari yang lalu kepada wartawan juga mengaku menerima telepon dan pesan whatsapp dari berbagai tokoh masyarakat Batak dari berbagai daerah, yang mempertanyakan apakah benar bakal menerapkan wisata halal di kawasan Danau Toba.
Menurut Fitriyus. masyarakat kemungkinan mendapatkan informasi yang kurang jelas, sehingga memicu munculnya opini dan anggapan yang (bisa saja) ditafsirkan seolah-seolah Edy mau mengislamkan kawasan Danau Toba.
Ternyata, hanya sebatas ketersediaan tempat-tempat halal bagi wisman Muslim tanpa menghilangkan adat dan budaya yang sudah menjadi kearifan lokal di kawasan Danau Toba. Misalnya, mengakomodir kebutuhan bagi wiswan Muslim, seperti tempat makan ataupun untuk keperluan ibadah salat.
Apalagi kebanyakan wisman yang datang ke kawasan Danau Toba adalah masih dari Malaysia yang kebanyakan wisman Muslim.
Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua, menambahkan, karena wisman Muslim yang semakin banyak berkunjung ke kawasan Danau Toba, diperlukan ketersediaan tempat-tempat halal bagi mereka. Ya, rumah makan halal dan tempat beribadah.
Lagi pula, menurut data Badan Puat Statistik (BPS) Sumatera Utara, wisman terbesar berasal dari Malaysia sebesar 55%. Lalu, disusul oleh Singapura, Cina, Jerman dan Australia.
Pada triwulan pertama 2019, arus wisatawan Malaysia mencapai 30.003 orang, atau 59,97% dari kuota total. Singapura hanya 4.098 orang, atau 8,97%. Lalu, Cina 4,55%. Disusul Jerman 2,37%, Amerika Serikat 2,06%, Australia 1,98%, Taiwan 1,74%, Hong Kong 1,72%, India 1,50% dan Perancis 1,30% .
Sebetulnya, sejak dulu sudah ada rumah makan Muslim di Parapat, Balige, Doloksangul dan kota-kota lainnya di kawasan Danau Toba. Juga rumah ibadah, meski mungkin jumlahnya perlu disesuaikan dengan kebutuhan.
Saya teringat Sitor Situmorang dalam buku Toba Na Sae (Penerbit: Komunitas Bambu, 2004) menulis jalan raya Medan ke Pematangsiantar dibangun sejak 1915.
Bahkan pada 1917, diteruskan ke Parapat dan Tarutung serta ke Sibolga pada 1920-an. Semenjak itulah, kawasan Tapanuli semakin terbuka.
Kini, Danau Toba diimpikan menjadi destinasi wisata. Kita percaya Toba pun akan semakin terbuka alias Toba Na Sae.