Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Gagasan Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi tentang zonasi wisata halal di kawasan Danau Toba (KDT) terus menuai protes. Koordinator Wilayah Sumut-Nangroe Aceh Darussalam PP Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gito Pardede, tak ketinggalan melontarkan kecamannya.
Menjelaskan melalui pernyataan tertulis, Selasa (3/9/2019), Gito menyatakan,
wacana wisata halal di Danau Toba yang dilontarkan Edy Rahmayadi tidak menghargai apa yang sudah membudaya dalam masyarakat setempat. Bisa membuat perpecahan dalam tatanan masyarakat, terutama ketika menyangkut soal penataan ternak dan pemotongan babi.
"Bapak Gubernur (Edy Rahmayadi) ini sudah gawat, masyarakat Danau toba selama ini berdampingan dengan agama apapun, bahkan jauh sebelum dijadikan proyek nasional. Zonasi wisata halal akan mengkotak-kotakkan masyarakat dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi di sana," ujar Gito.
Konsep halal dan haram yang bertujuan untuk menarik wisatawan mancanegara yang diprediksi Edy berasal dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei, menurut Gito, malah akan mengganggu apa yang sudah ada dalam masyarakat setempat.
Ungkapnya, Danau Toba yang kali ini akan diangkat menjadi ikon pariwisata nasional menjadi menarik bukan hanya karena mempunyai danau yang besar. Tapi juga karena adat budaya yang ada di sana, yaitu budaya Batak. Wisata halal bisa menciptakan pemisahan/segregasi antar umat beragama bahkan suku bangsa. Jika hal ini diterapkan tentu akan menciptakan diskriminasi antar satu kelompok dengan kelompok yang lain. Hal tersebut akan menjadi kebijakan yang keliru.
Oleh Pemprov Sumut disebutkan guna menarik wisatawan datang ke Danau Toba harus dipersiapkan 3A (atraksi, aksebilitas, dan amenitas). Dalam kaitan itu, segala kebutuhan mereka perlu disediakan. Untuk turis dari negara yang penduduknya beragama Islam maka wisata halal pun menjadi kebutuhan.
"Jika tujuannya agar wisatawan mudah memperloleh makanan halal, wisatawan itu bukan orang bodoh yang tak tahu membedakan makanan halal atau haram. Tapi jika untuk menata fasilitas pariwisata tidak perlu membuat zonasi," tegas Gito.
Dijelaskannya, pengembangan kawasan Danau Toba harus sesuai Amanat Perpres No 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan sekitarnya. Serta Perpres No. 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pariwisata Danau Toba. Tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat, pelestarian alam dan pelestarian kearifan budaya. Jika ketentuan tersebut gagal ditetapkan maka akan membunuh kearifan lokal di kawasan Danau Tidak, khususnya masyarakat Batak.
GMKI berharap Edy Rahmayadi fokus memperbaiki kerusakan lingkungan dan merapikan kualitas air Danau Toba dari pada membuat kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.
"GMKI berharap kebijakan keliru ini tidak boleh dilanjutkan. Ini kan mengkotakkan daerah di Danau Toba. Mana lokasi yang haram mana lokasi yang halal, mana lokasi agama A mana lokasi agama B. Dari dulu masyarkat berdampingan hidup di Danau Toba, fasilitas ibadah untuk agama lain juga ada disana, Ekonomi tidak akan terbangun di Danau Toba apabila wacana diskriminatif seperti ini diterapkan pemerintah." tutup Gito.