Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah segera memulai pembangunan ibu kota negara yang baru pada 2020. Lokasi ibu kota baru tersebut sudah ditetapkan di Kalimantan Timur, tepatnya di irisan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Dirjen Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin mengatakan rantai pasok material dan peralatan konstruksi pembangunan ibu kota baru tersebut menjadi salah satu hal yang perlu disiapkan. Hal ini menjadi isu lantaran mayoritas suplai material dan konstruksi pembangunan infrastruktur di Kalimantan berasal dari luar wilayah tersebut.
"Yang jadi pertanyaan kita, pembangunan yang selama ini di Kalimantan ternyata memang hampir seluruh material nya berasal dari luar Kalimantan itu sendiri," katanya dalam sambutannya di acara Workshop Pembinaan Rantai Pasok dan Material Konstruksi di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Syarif bilang, perlu ada terobosan dalam penyediaan rantai pasok yang efektif dan efisien demi mempercepat pembangunan infrastruktur. Rantai pasok dalam hal ini yang dimaksud adalah soal material dan peralatan konstruksi.
Setidaknya ada empat material dan peralatan konstruksi yang menjadi kunci dalam pembangunan infrastruktur saat ini, yakni semen, aspal, baja konstruksi, dan alat berat.
Berdasarkan data dari ikatan ahli pracetak dan prategang Indonesia (IAPPI), estimasi kebutuhan beton pracetak saja untuk membangun rumah PNS di ibu kota baru mencapai 27 juta ton. Kebutuhan ini belum lagi ditambah untuk pembangunan infrastruktur lainnya selain membangun ibu kota baru.
Dengan adanya rencana pembangunan ibu kota baru, maka kebutuhan material dan peralatan konstruksi akan bertambah. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, suplai material dan peralatan konstruksi yang sebelumnya surplus bisa saja menjadi defisit.
"Demikian juga kalau estimasi pembangunan infrastruktur 2019-2024, maka akan kelihatan bahwa setiap tahun kita butuh lebih banyak beton pracetak, aspal, baja, alat berat, dan sebagainya. Apakah kita siap? Jangan-jangan kebanyakan impornya lagi nantinya," kata Syarif.(dtf)