Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Koordinator Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) RI,
Ratna Dewi Pettalolo menilai pelaksanaan Pemilu Serentak 2020 yang mengacu kepada UU No 10/2016 tentang Pemilihan Kepada Daerah, sangat riskan. Pasalnya, di UU tersebut pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota masih bernama Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) yang berstatus adhock. Padahal, saat ini berdasarkan UU 7/2017, pengawas pemilu di kabupaten/kota sudah menjadi permanen dan bernama Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu).
"Penanganan pelanggaran pemilu kalau mengacu UU 10/2016, maka banyak kasus yang berpotensi kedaluwarsa, karena batas penanganan kasus hanya 5 hari kalender," ujarnya saat membuka rapat koordinasi Sentra Gakkumdu, di Hotel Adimulia, Medan, Selasa (3/9/2019) malam.
Sedangkan di UU 7/2017, kata Ratna, penanganan kasus punya waktu 14 hari kerja di tahap pertama dan 14 hari kerja di tahap kedua. "Kami sudah sampaikan kepada Presiden Jokowi tentang ini, usulannya agar UU 10/2016 tentang Pilkada direvisi," ucapnya.
Ratna menyebut banyaknya kasus yang ditangani Sentra Gakkumdu bukanlah tolak ukur sebuah keberhasilan. "Rapat koordinasi ini sebagai bentuk evaluasi dari kerja Sentra Gakkumdu di Pemilu Serentak 2019," bilangnya.
Ia pun setuju untuk dibentuk peradilan khusus pemilu. "Itu amanah konstitusi, semoga segera bisa dibentuk," papar Komisioner Bawaslu RI itu.