Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. DPR menggelar rapat paripurna di masa persidangan I tahun 2019-2020 pagi ini. Paripurna membahas pandangan fraksi terkait dua UU.
Dua UU tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Rapat digelar di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Rapat rencananya digelar pukul 10.00 WIB.
Berdasarkan jadwal resmi, agenda rapat adalah pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU usul Badan Legislasi (Baleg) DPR tentang RUU penyusunan perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dilanjutkan dengan pengambilan keputusan menjadi RUU usul DPR RI.
Revisi UU yang sempat menjadi kontroversi dalam perubahannya di tahun 2018 itu rencananya terkait dengan pasal pimpinan MPR. Muncul wacana penambahan pimpinan MPR menjadi 10 orang yang kemudian disebut-sebut melatarbelakangi usulan revisi ini.
Saat ini, pimpinan MPR sendiri berjumlah 8 orang, terdiri atas 1 ketua dan 7 wakil ketua. Jumlah pimpinan MPR sebanyak 8 orang ini juga sebelumnya berdasarkan hasil revisi UU MD3 pada 2018.
Selanjutnya, dalam UU MD3 No 2/2018, dinyatakan pimpinan MPR setelah Pemilu 2019 dikembalikan menjadi 5 orang. Terdiri atas 1 ketua dan 4 wakil ketua yang terdiri atas unsur fraksi dan unsur DPD.
Kemudian agenda rapat selanjutnya membahas pandangan fraksi terhadap RUU Usul Badan Legislasi DPR RI tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan menjadi RUU Usul DPR RI.
Salah satu poin revisi UU KPK yakni soal wacana pemberian kewenangan menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan. Padahal, wacana revisi UU KPK yang muncul sejak lama ini mendapat penolakan dari publik termasuk dari KPK sendiri.
KPK menilai ada implikasi negatif terhadap kinerja KPK jika revisi dilakukan.
"Intinya, KPK masih tetap berpandangan pada ketika konsep awal 4 perubahan itu akan dibuat, yaitu menolak ya karena ada implikasi negatif pada kinerja KPK. Kalau perihal sadap, SP3, badan pengawas, status ASN pada pegawai KPK ujung keraguan itu pada ke-independenan KPK yang didebat banyak orang. Tapi sebagai law maker punya kerja itu wilayah legislatif, namun berdebat di naskah akademiknya akan lebih elegan membahas 4 hal perubahan itu," kata Saut saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).(dtc)