Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Baru sekitar sepekan dilantik, para wakil rakyat sudah ramai-ramai “menggadaikan” SK pengangkatan diri mereka sebagai anggota DPRD periode 2019-2014 ke perbankan. Persisnya, sih, bukan gadai. Melainkan meminjam kredit dengan jaminan SK tersebut.
Saya baca di berbagai media. Fenomena itu terjadi di DPRD Jawa Barat, Banten, Surabaya, Situbondo, Kediri dan lainnya. Belum ketahuan apakah juga terjadi DPRD Sumatera Utara dan berbagai kabupaten-kota di daerah ini. Saya kira wartawan di daerah ini diharapkan bisa melacaknya.
Sebetulnya wajar saja. Para PNS atau ASN pun gemar meminjam uang dari perbankan dengan jaminan SK-nya sebagai pegawai negeri. Maklum, ada gaji yang diterima saban bulan sebagai jaminan mencicil kredit hingga lunas.
Syahdan, alasan para wakil rakyat itu menggadaikan”: SK-nya bermacam-macam. Ada yang untuk merenovasi rumah, ada juga untuk menutupi biaya pengeluaran selama masa kampanye Pemilu lalu. .
Konon, nilai kredit berkisar di antara Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar. Masa tenor (pengembalian) kredit pun berkisar 2 hingga 5 tahun.
Tentu saja tidak ada yang salah dari fenomena tersebut. Mudah-mudahan mereka pun tidak lupa mengunjungi para pemilihnya seraya mengucapkan terima kasih karena telah memilihnya.
Manusia pada dasarnya adalah zoon politicon. Istilah yang dipopulerkan oleh filsuf Aristoteles ini untuk menyebutkan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia tak bisa hidup sendirian, kecuali jika berinteraksi satu sama lain.
Adam Smith menyebut istilah makhluk sosial dengan Homo Homini Socius, yang berarti manusia menjadi sahabat bagi manusia lainnya.
Namun Adam Smith juga menyebut manusia sebagai makhluk ekonomi “homo economicus.” Yakni, makhluk yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya.
Tapi saya kira harus dibedakan bahwa menjadi wakil rakyat bukanlah pedagang atau pelaku ekonomi yang selalu mencari keuntungan. Lagi pula DPRD pun bukan lembaga bisnis. Melainkan institusi demokrasi, wadah para politikus untuk mengimbangi kekuasaan eksekutif.
Jangan sampai predikat sebagai “:homo economicus” tersebut kebablasan sehingga memanfaatkan fungsinya sebagai anggota DPRD untuk memburu rente. Apalagi kebutuhan manusia itu tidak terbatas.
Wah, berabe. Bisa memicu abused of power, sebuah jembatan menuju perbuatan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Jika berakhir seperti itu, Homo Homini Socius pun berubah menjadi Homo Homini Lupus (manusia serigala bagi manusia).