Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Mdanbisnisdaily.com - Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) terus menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK. ICW menilai revisi tersebut terkesan buru-buru dan serampangan.
"Pertama soal timing, kita sampai hari ini tidak mengetahui sebenarnya apa urgensi dari DPR cepat-cepat atau istilahnya serampangan atau buru-buru untuk mengesahkan RUU KPK. Praktis, tidak ada pemberitaan atau publik mendengar dari mulut anggota DPR sendiri ataupun anggota yang tergabung dalam badan legislasi, yang menyebutkan 'ini kita sedang membahas RUU KPK, ayo kita berdiskusi sebelum masuk ke ranah paripurna'," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Bangi Kopi, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (15/9/2019).
Kurnia pun menilai pembahasan RUU KPK yang terkesan serampangan ini seperti sebuah drama. Sebab, dalam waktu yang sangat cepat revisi UU KPK tersebut sudah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dan diajukan ke presiden.
"Tapi publik diperlihatkan drama sangat cepat, satu malam kita membaca surat undangan anggota DPR untuk masuk ke paripurna, kemudian besoknya tidak sampai 30 menit RUU KPK sudah disahkan dan diajukan ke presiden untuk mendapatkan persetujuan dan pembahasan lebih lanjut," ujar Kurnia.
Padahal, menurut Kurnia, revisi UU KPK sebelumnya tidak ada dalam daftar prolegnas prioritas. Dia pun menilai revisi UU KPK ini bermasalah dalam sisi formalnya.
"Ada satu regulasi di DPR yang menyebutkan bahwa jika UU ini direvisi maka UU tersebut harus berada bukan hanya pada prolegnas 5 tahun, tapi masuk dalam prolegnas prioritas. Tapi kalau kita lihat lebih jauh, prolegnas prioritas khususnya UU KPK hanya masuk di tahun 2017. Tapi tidak masuk di 2018, dan tidak masuk di 2019. Jadi kalau kita sebutkan ini, sebenarnya bermasalah di sisi formilnya," tuturnya.
"Yang jadi poin penting alasan dari DPR adalah bahwa tahun 2017 sudah ada pembahasan, jadi tidak usah lagi dimasukkan ke dalam prolegnas prioritas, kita pandang itu alasan yang mengada-ngada dan tidak ada landasan hukum yang jelas, ketika anggota DPR menyebutkan itu," sambung Kurnia.
Seperti diketahui, Saat ini, revisi UU KPK sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Poin-poin dalam revisi UU itu dikhawatirkan melumpuhkan KPK, mulai dari penyadapan harus seizin dewan pengawas hingga kewenangan penghentian kasus.
Namun, revisi UU KPK ini terus mendapat penolakan dari berbagai pihak. Revisi UU KPK ini dinilai sebagai upaya untuk melemahkan KPK. dtc