Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Masyarakat adat Sigapiton menolak kesepakatan dengan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT). Kesepakatan yang dibuat pasca bentrokan yang terjadi antara masyarakat adat Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatra Utara itu dinilai tidak adil.
Demikian keterangan tertulis Direktur Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Delima Silalahi yang diterima medanbisnisdaily.com, Senin malam (16/9/2019). KSPPM merupakan lembaga pendamping masyarakat adat Sigapiton. Delima mengatakan, tidak benar berita yang menyebut sudah adanya kesepakatan antara pihak Masyarakat Adat Bius Raja Naopat-Sigapiton dengan BPOPDT. "Masyarakat adat Bius Raja Naopat menyatakan dengan tegas menolak kesepakatan tersebut pada rapat yang dilaksanakan hari ini, Senin, 16 Mei 2019,," kata Delima. Sebagaimana disampaikan masyarakat dalam rapat yang dihadiri KSPPM (RP dan RHC), sambung Delima, poin-poin kesepakatan yang tertera dalam lembar kesepakatan selain mengecewakan juga sarat keganjilan. Dijelaskannya, awalnya sebagaimana dijanjikan oleh Kapolres kepada masyarakat pada Jumat, 13 September bahwa pada Minggu, 15 September akan diadakan mediasi untuk mencari solusi yang terbaik buat semua pihak. Namun menurut masyarakat adat, justru poin kesepakatan itu sama sekali tidak menampung apa yang menjadi tuntutan masyarakat. Masyarakat adat juga membantah bahwa sudah terjadai kesepakatan seperti yang diberitakan. Karena pada penandatangan kesepakatan, tiga marga Raja Bius tidak mau menandatangani kesepakatan tersebut. Kesepakatan hanya ditandatangani oleh satu marga bius. Mangatas Butar-Butar, perwakilan Raja Bius Butar-butar mengaku menandatanganinya dalam keadaan tertekan, Proses negosiasi yang tidak tenang dan berjalan tujuh jam membuatnya tidak bisa konsentrasi memahami butir-butir kesepakatan tersebut. Selain itu, ia merasa tertekan karena dalam proses negosiasi Kapolres menyatakan akan segera menurunkan dua kompi brimob untuk mengamankan pembukaan jalan. Sedangkan tiga marga Raja Bius lainnya, Sirait, Manurung, dan Nadapdap dengan tegas menolak menandatanganinya. Adapun alasan mereka tidak menandatangani, pertama, poin-poin tuntutan yang disampaikan masyarakat tidak ditampung dalam poin kesepakatan akhir yang berisi bahwa setiap pembangunan yang akan dilaksanakan di wilayah adat mereka harus terlebih dahulu didiskusikan dan mendapat persetujuan dari masyarakat adat Sigapiton. Kedua, menurut Raja Bius Manurung, kekuatan para pihak sangat timpang. Di satu sisi pihak BPODT didampingi oleh Kapolres, Bupati, Sekda dan camat. Sementara masyarakat dipaksa berunding tanpa melibatkan lembaga pendamping yang dirasa lebih memahami hukum perundang-undangan dan konsekuensi dari setiap poin kesepakatan. Ketiga, waktu negosiasi yang dipaksakan harus selesai dan sampai malam membuat masyarakat adat tidak lagi bisa konsentrasi. Di samping itu membatasi keterlibatan kaum perempuan karena waktu yang sampai larut malam, sementara transportasi ke desa sangat terbatas.