Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Terkait maraknya konflik terkait tanah ulayat di berbagai daerah, khususnya di Kawasan Danau Toba (KDT), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatra Utara (Bakumsu) meminta pemerintah segera mengakui hak-hak masyarakat adat khususnya tanah adatnya.
Hal itu dikatakan Direktur Bakumsu Manambus Pasaribu kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (17/9/2019). Dikatakan Manambus, konflik sejenis akan terus berulang dan bisa saja meluas, bila pengakuan hak-hak masyarakat adat itu tidak juga diakui.
Terkait bentrok yang terjadi antara masyarakat adat Sihaporas dengan PT TPL di Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun, Senin (16/9/2019), Manambus meminta Kapolres Simalungun menangkap dan menahan pelaku (BS) yang memukul warga.
"Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat adat Sihaporas telah tinggal di wilayah adat tersebut hingga generasi ke 8. Itu adalah tanah ulayat mereka," kata Manambus.
Tindakan represif yang dilakukan oleh pihak PT TPL, sambung Manambus, sudah berulang kali terjadi kepada warga. Dan beberapa kali telah diadukan oleh warga ke pihak polisi sektor (Polsek) Sidamanik. Namun Polsek Sidamanik menyarankan untuk membuat pengaduan langsung ke Mapolres Simalungun.
"Tindakan refresif itu akhirnya mengorbankan satu anak berusia 3 tahun (MA) terluka dan dua warga Sigaporas lainnya luka-luka. Masyarakat telah membuat pengaduan ke Polres Simalungun bersama dengan kami sebagai pendamping hukum," ujar Manambus.
Sementara itu Humas PT TPL Norma Patty Handini Hutajulu yang dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, Selasa (17/9/2019), menjelaskan, bentrokan itu terjadi setelah masyarakat tidak mau menghentikan aktivitasnya menanam jagung di lahan yang diklaim TPL sebagai lahan konsesi mereka.
"Saat upaya dialog berlangsung, masyarakat tetap bersikeras. Salah seorang personel TPL dipukul hingga terjatuh," kata Norma.