Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Data penumpang Lion Air dikabarkan bocor di sebuah forum online. Pihak Lion Air belum bisa memastikan kebenaran hal tersebut.
Mengutip laman, blog teknologi BleepingComputer, data yang yang bocor terdiri dari informasi kartu penduduk atau KTP penumpang, alamat, nomor telpon, email hingga nomor paspor.
Berdasarkan catatan, selain Lion Air, hal serupa pernah dialami oleh British Airways.
Dalam artikel yang terbit pada pada 9 Juli 2019 lalu, tercatat kebocoran data pelanggan British Aiways tersebut berasal dari peretasan situs website maskapai.
Keamanan yang lemah memungkinkan peretas untuk mengalihkan sekitar 500.000 data pelanggan yang mengunjungi situs web British Airways ke situs penipuan sejak Juni 2018. Maskapai ini mengungkapkan insiden itu pada September 2018.
Menurut Kantor Komisaris Informasi Inggris, data tersebut berupa nama, alamat, informasi login, rincian kartu pembayaran, pemesanan perjalanan dan data lainnya diambil.
Karenanya pihak berwenang Inggris menuntut maskapai British Airways untuk membayar denda hampir US$ 230 juta atau sekitar Rp 3,22 triliun. Jumlah tersebut merupakan denda terbesar terhadap perusahaan untuk penyimpangan privasi di bawah undang-undang perlindungan data Eropa yang baru.
Denda sebesar $ 230 juta itu kira-kira 1,5% dari pendapatan tahunan British Airways. Perusahaan pun mengaku akan banding atas denda yang dijatuhkan.
Denda itu merupakan penalti yang besar namun masih di bawah aturan privasi Peraturan Perlindungan Data Umum atau General Data Protection Regulation (GDPR) yang mulai berlaku tahun lalu di Uni Eropa.
GDPR memaksa perusahaan untuk memastikan keamanan dalam mengumpulkan, memproses, dan penyimpanan data. Organisasi apa pun yang menyimpan atau menggunakan data orang-orang di dalam Uni Eropa harus tunduk pada aturan tersebut. Perusahaan yang melanggar hukum dapat didenda hingga 4% dari pendapatan tahunan mereka.
"Data pribadi orang itu pribadi. Ketika sebuah organisasi gagal melindunginya dari kehilangan, kerusakan, atau pencurian, itu lebih dari sekadar ketidaknyamanan," kata Komisaris Informasi Elizabeth Denham dalam sebuah pernyataan.(dtf)