Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah bergerak dari Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan ke Sumatra Utara, bahkan juga menerobos ke angkasa Singapura dan Malaysia. Maklum, asap bergerak bersama angin yang berembus antarwilayah dan antarnegara.
Tak ayal, penyakit infeksi saluran pernafasan pun merebak. Sekolah diliburkan. Penerbangan pun terganggu. Bahkan, telah menimbulkan kerugian materiil dan imateriil, baik di Indoneia maupun di kedua negara jiran tersebut..
Memang, metode land clearing dengan pembakaran hutan berlawanan dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 Bab III Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
Bahkan, UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat".
Sudah sejak 2006, kisah ini membuat repot. Secara internasional pun, pembakaran hutan bertentangan dengan Deklarasi Stockholm 1972. Walau setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya tapi harus tanpa merugikan negara lain.
Saya merasa masygul, karena ternyata perusahaan yang ikut membakar hutan di Sumatra dan Kalimantan itu tak hanya pemain domestik dan lokal. Tapi ada juga yang berpusat di Malaysia dan Singapura.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, mengatakan, 5 perusahaan asing asal Singapura dan Malaysia disegel karena penyebab karhutla. Empat perusahaan berlokasi di Kalimantan Barat, dan satu perusahaan di Riau.
Barangkali, itu sebabnya Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad pada Kamis (12/9) lalu menulis surat ke pemimpin Indonesia dan menawarkan bantuan. Malaysia memiliki peralatan untuk menjinakkan api (water bombing equipment).
Singapura juga ikut menawarkan bantuan. Dalam sebuah uggahan di media sosial Facebook, Menteri Lingkungan Hidup Singapura, Masagos Zulkifli menuliskan bahwa Singapura siap membantu dalam memerangi karhutla dengan mengirim pasukan pemadam kebakaran ke Indonesia.
Sayangnya Indonesia menolak tawaran itu. Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB, Agus Wibowo beberapa waktu lalu mengatakan Indonesia belum membutuhkan bantuan asing. Dia menyatakan bahwa Indonesia masih mampu menangani masalah ini.
Padahal ketika karhutla pada 2015, Singapura mengirimkan satu helikopter Chinook beserta bumbi bucket dengan tabung air 5.000 liter. Juga satu pesawat Hercules C-130 berisi 42 personel pemadam kebakaran.
Adapun Malaysia, mengirimkan satu pesawat Bombardier CL-415 water bombing dan satu pesawat Hercules C-130. Malaysia juga mengirim helikopter untuk survei dan memandu pemboman air.
Saya kira tidak ada salahnya solidaritas antarnegara tersebut diterima. Bukankah jika ada tetangga yang berduka, para jiran wajar ikut berempati berbagi rasa?