Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Hong Kong - Ratusan warga Hong Kong melakukan aksi long-march secara spontan pada Rabu (2/10) waktu setempat, saat kemarahan publik memuncak atas penembakan seorang demonstran pelajar oleh polisi sehari sebelumnya. Banyak pekerja kantoran yang ikut serta dalam aksi ini.
Seperti dilansir AFP, Rabu (2/10/2019), kerumunan besar warga Hong Kong berkumpul di salah satu taman setempat dan melakukan long-march ke distrik komersial pada Rabu (2/10) siang waktu setempat. Kebanyakan dari mereka merupakan pekerja kantoran yang memakai kemeja rapi dan setelan jas. Dalam aksi ini, massa meneriakkan slogan antipolisi dan antipemerintah.
Aksi long-march ini digelar di tengah kemarahan publik pada Kepolisian Hong Kong, yang salah satu personelnya menembak seorang demonstran dengan peluru tajam, dari jarak dekat, pada Selasa (2/10) waktu setempat. Demonstran yang berusia 18 tahun dan masih berstatus pelajar itu ditembak saat menyerang polisi dengan tongkat logam. Demonstran bernama Tsang Chi-kin itu dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis, namun kini kondisinya stabil.
Sebelumnya ratusan siswa, kebanyakan teman satu sekolah Tsang, menggelar aksi sit-in di luar sekolah Tsang yang ada di distrik Tsuen Wan. Aksi itu dimaksudkan untuk memprotes respons keras polisi terhadap para demonstran antipemerintah.
Salah satu pekerja kantoran yang ikut aksi ini, Kathy Chau (26), mengaku dirinya memutuskan ikut bergabung saat sedang istirahat makan siang, meskipun perusahaan tempatnya bekerja melarang dia ikut unjuk rasa. Chau diketahui bekerja pada sebuah perusahaan finansial multinasional.
"Melakukan hal yang benar jauh lebih penting bagi saya daripada mengkhawatirkan soal apa yang dipikirkan bos atau kolega saya," ucap Chau seperti dilansir media lokal South Cina Morning Post (SCMP).
Banyak pekerja kantoran dengan kemeja dan setelan jas yang ikut turun ke jalananBanyak pekerja kantoran dengan kemeja dan setelan jas yang ikut turun ke jalanan Foto: REUTERS/Tyrone Siu
Disebutkan Chau bahwa fakta adanya seorang pelajar yang ditembak polisi dengan peluru bersarang hanya beberapa centimeter dari jantungnya, membuat dirinya ingin ikut aksi solidaritas ini. "Kita melihat semakin meluasnya penyalahgunaan wewenang oleh polisi dalam beberapa bulan terakhir," sebutnya.
Seorang warga Hong Kong lainnya yang ikut aksi ini, Chan, mengaku ikut serta karena peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober kemarin. "Demonstran mengerahkan begitu banyak cara untuk berunjuk rasa secara damai, tapi masih tidak mendapatkan respons yang pantas dari pemerintah. Itulah mengapa kita mengambil tindakan. Saya pikir memblokir jalanan merupakan metode unjuk rasa yang lebih damai," ujarnya.
Pada Rabu (2/10) sore waktu setempat, kerumunan massa menyanyikan mars unjuk rasa, Glory to Hong Kong, di Admiralty Centre -- area kompleks perkantoran dan perbelanjaan di atas stasiun MTR (Mass Transit Railway) Admiralty. Beberapa menit kemudian, mereka membubarkan diri setelah mengurungkan niat untuk bergerak ke markas pusat Kepolisian Hong Kong yang berjarak 1 kilometer dari lokasi.
Unjuk rasa yang berujung bentrok pada Selasa (1/10) waktu setempat, digelar saat Cina daratan sedang memperingati 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Cina. Unjuk rasa pada 1 Oktober itu tercatat sebagai yang paling parah dengan sekitar 269 demonstran yang berusia 12-71 tahun ditangkap.
Dalam sehari, polisi menembakkan 1.400 tabung gas air mata, 900 peluru karet, 230 sponge rounds, 190 bean bag rounds dan 6 peluru tajam sebagai tembakan peringatan. Untuk perbandingan, polisi tercatat menembakkan 1.000 tabung gas air mata dalam dua bulan pertama unjuk rasa sejak Juni lalu.
Otoritas rumah sakit setempat menyebut lebih dari 70 orang luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Dari pihak kepolisian dilaporkan 30 personel luka-luka, dengan beberapa di antaranya terkena air keras yang dilemparkan demonstran ke arah mereka. Air keras itu juga turut melukai beberapa jurnalis.
Unjuk rasa di Hong Kong yang awalnya memprotes rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi -- yang mengatur ekstradisi tersangka ke Cina daratan, meluas menjadi unjuk rasa menyerukan reformasi demokrasi dan menuntut pertanggungjawaban polisi. Dengan pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, tak mampu mencari solusi politik, personel kepolisian harus menghadapi aksi para demonstran yang semakin lama semakin anarkis.
Sentimen semakin keras di semua pihak. Demonstran dan warga setempat menyebut polisi bagaikan 'preman', sedangkan polisi menyebut demonstran sebagai 'perusuh'. Tuntutan utama demonstran saat ini adalah penyelidikan independen terhadap taktik polisi dalam menangani unjuk rasa, mengampuni demonstran yang ditangkap dan memiliki hak pilih universal. Otoritas Cina daratan dan Lam telah menyatakan tidak bersedia memenuhi tuntutan itu. dtc