Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya pernah mewawancarai Yusril Ihza Mahendra ketika dia menjadi Menteri Kehakiman dan HAM pada 2003 di era Presiden Megawati. Yusri berkisah tentang hubungan tokoh Masyumi Mohammad Natsir dengan DN Aidit, pemimpin PKI. Ketika menjadi mahasiswa UI pada 1980-an, Yusril sangat dekat dengan Natsir yang meninggal dunia pada 1993.
Saya kira bisa menjadi referensi yang bagus bagi para politikus maupun antar anggota DPR-DPRD dari berbagai partai politik.
Coba, ternyata hubungan Natsir dan Aidit bagai siang dan malam saat di dalam dan di luar sidang Konstituante. Keduanya terpilih sebagai anggota Konstituante hasil Pemilu 1955. Di dalam sidang, hubungan mereka sangat tegang bagai dua musuh bebuyutan.
Natsir sering menahan emosinya ketika berdebat dengan Aidit di parlemen. ”Pak Natsir bilang, rasanya dia ingin menghajar kepala Aidit dengan kursi,” kata Yusril. Namun hingga rapat selesai, tak ada kursi yang melayang.
Bahkan, tak pernah satu pun dari mulut mereka meluncur perkataan makian dan kasar. Mereka tetap santun.
Nah, tatkala sidang dihentikan sementara untuk rehat, Natsir pun menuju kantin. Dan, baru saja Natsir duduk, tiba-tiba Aidit datang dengan membawa dua gelas kopi. Satu gelas diberikan untuk Natsir dan satu gelas untuk dirinya. Setelah itu, Aidit mengambil tempat duduk di samping Natsir.
‘’Ini bung kopinya. Mari minum bersama,’’ kata Aidit. Natsir mengangguk sembari mengucapkan terima kasih.
Hubungan tokoh Masyumi yang lain, Mr Moh Roem juga akrab dengan Aidit. Selepas siang, ketika hendak pulang ke rumah, keduanya berboncengan dengan naik sepeda. Aidit membonceng Roem yang kebetulan rumahnya tak berjauhan.
Rumah Roem ada di Jalan Cik Di Tiro, Menteng. Sedangkan, Aidit rumahnya di dekat Stasiun Cikini. Jadi, mereka pulang searah.
Para politikus kelas negarawan ini juga menorehkan kebesaran hati untuk saling memaafkan. Bahkan, mereka siap meminta dan memberi maaf secara seketika bila merasa ada pihak yang tersinggung dalam pembicaraannya.
Buya Hamka sempat dimasukkan dalam penjara selama bertahun-tahun tanpa pengadilan oleh Presiden Sekarno. Namun ketika sang proklamator meninggal, Hamka adalah orang pertama yang menshalatkannya.
Syafrudin Prawiranegara. Meski sempat diberlakukan tak adil dan sempat menganggap Soekarno memimpin negara dengan salah jalan, di ujung hidupnya ia secara jelas menyatakan: ''Jasa Bung Karno kepada bangsa ini tetap jauh lebih besar dari kesalahannya. Dan, Allah SWT pasti telah mengampuninya!''
Hubungan Natsir dengan Ignatius Joseph Kasimo, Ketua Partai Katolik Indonesia juga mesra. Natsir selalu berbicara mengutip Alquran, Kasimo selalu menggunakan Alkitab. Keduanya selalu berdebat di Konstituante. Di luar itu, mereka sahabat. Kasimo berpendapat kepentingan rakyat adalah hal utama dalam politik.