Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Hong Kong - Ribuan demonstran Hong Kong kembali turun ke jalanan saat pemerintah siap menggunakan wewenang darurat untuk melarang penggunaan masker wajah saat unjuk rasa. Dalam aksinya, para demonstran kompak memakai masker untuk menutupi identitas mereka.
Seperti dilansir AFP, Jumat (4/10/2019), kerumunan demonstran yang kebanyakan para pekerja kantoran, turun ke jalanan saat jam makan siang. Aksi ini dilakukan saat pemerintah Hong Kong berniat menggunakan aturan hukum era kolonial dalam upaya mengakhiri rentetan unjuk rasa yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.
Laporan media menyebut pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, memutuskan untuk menggunakan Emergency Ordinance Regulations (ERO) untuk melarang penggunaan masker dan penutup wajah saat unjuk rasa. Diketahui bahwa demonstran Hong Kong memakai masker untuk menyembunyikan identitas mereka. Demonstran juga memakai helm pelindung, kacamata pelindung dan alat bantu pernapasan untuk melindungi diri dari gas air mata dan proyektil kepolisian.
Lam dilaporkan telah bertemu jajaran kabinetnya pada Jumat (4/10) pagi waktu setempat. Otoritas Hong Kong mengumumkan Lam dan jajaran menteri senior akan menggelar konferensi pers pada sore hari. Namun para demonstran telah bersumpah untuk menantang larangan itu.
"Anak-anak muda mempertaruhkan nyawa mereka, mereka tidak keberatan dipenjara selama 10 tahun, jadi memakai masker bukan masalah," ucap Mary (34) yang ikut turun ke jalanan pada Jumat (4/10) waktu setempat.
Diketahui bahwa para anggota parlemen propemerintah Hong Kong dan asosiasi kepolisian setempat terus menyerukan agar menggunakan undang-undang (UU) darurat era-kolonial, yang terakhir kali digunakan 52 tahun lalu oleh Inggris saat menangani kerusuhan kelompok sayap kiri yang mematikan.
UU darurat itu mengizinkan pemimpin Hong Kong untuk membuat 'aturan apapun' jika terjadi keadaan darurat atau ada bahaya publik, tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari parlemen.
Dalam kerusuhan tahun 1967 silam -- yang berlangsung satu tahun hingga menewaskan 50 orang dan diwarnai pengeboman serta rentetan pembunuhan -- Inggris menggunakan ERP untuk memberikan kekuasaan tambahan dalam menangkap dan memberlakukan sensor secara luas terhadap pers.
Pendukung pemerintah Hong Kong menyebut wewenang darurat diperlukan untuk menghadapi aksi kekerasan dari demonstran anarkis yang semakin meningkat. Namun para pengkritik menyebut penggunaan UU darurat akan membawa Hong Kong kepada otoritarianisme.
Dengan melewati parlemen, Lam memiliki wewenang untuk menyusun aturan hukum apapun. Hal itu dinilai akan merugikan Hong Kong sebagai pusat finansial internasional yang menggantungkan kesuksesan ekonomi pada reputasi penegakan hukuman dan peradilan yang independen.
"Saya khawatir ini hanya awal. Lebih banyak larangan keras atas nama hukum yang bisa muncul kapanpun," sebut anggota parlemen prodemokrasi Hong Kong, Claudia Mo, kepada AFP. dtc