Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kejadian memilukan itu mungkin tak akan pernah dilupakan Megawati boru Nababan. Dia tak pernah menyangka jika tetangganya sendirilah yang membakar rumahnya.
Peristiwa itu terjadi bersamaan dengan kerusuhan yang melanda Wamena, Papua, Senin (23/9/2019). Tetangganya yang adalah orang Papua itu sendiri, disebutnya tega membakar rumahnya. Usaha mereka jualan kecil-kecilan pun turut hangus.
Pilunya lagi, tetangganya tersebut adalah teman mereka sehari-hari. "Ke gereja kami sama, tapi ya begitulah. Tak nyangka begitu kejamnya mereka kepada kami" ujar Megawati.
Didampingi 2 anaknya saat ditemui di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Rabu (9/10/2019), dia menuturkan tidak punya apa-apa lagi. Suaminya saat ini, N Sinambela, masih berada di Papua. Sedangkan mereka pulang ke Sibolga.
Sebelumnya, mereka dibantu pihak kepolisian dan TNI hingga sampai di Jayapura. Mereka sempat beberapa hari tinggal di HKBP Jayapura. Selanjutnya tim dari Pemprov Sumut, membantu kepulangan mereka ke Sumut.
Persoalan ini semua bingung untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Dia pasrah dan berdoa kepada Tuhan. Hanya dengan kekuatan itu pula dia mempunyai harapan menyambung hidup. "Terima kasih kepada semua yang membantu kami, terima kasih kepada Pak Gubernur, Pemprov Sumut," ujarnya.
Seorang warga Sumut lainnya, Diar Sahata Samosir, mengungkapkan betapa ngerinya kerusuhan Wamena. Saat kerusuhan, dia mengaku sempat dihujani batu besar di bagian kepalanya hingga koyak.
"Kejadiannya tanggal 23 September. Saat itu ada kurasa 60 menit mereka terus melempari ke arah kami pakai batu. Kepalaku sampai koyak terkena lemparan batu yang besar," ungkapnya.
Samosir menyebutkan, suasana dan kondisi saat itu di Wamena sangat mencekam. Aksi massa juga didominasi kalangan mahasiswa dan pelajar. Mereka secara membabi buta merusak fasilitas publik, rumah warga sampai menjarah kios-kios pedagang. Namun syukurnya, kios Diar Samosir tidak ikut dijarah oleh para perusuh.
"Kios saya kebetulan tidak kena dijarah. Tapi terkena lemparan batu secara bertubi-tubi. Waktu itu saya hanya pikirkan anak dan isteri agar tidak kenapa-kenapa. Saya selamatkan mereka duluan," ujarnya yang saat itu didampingi isteri dan anak laki-laki semata wayangnya.
Warga asli dari Tiga Balata, Kabupaten Simalungun tersebut menambahkan, selama enam tahun menetap di Wamena, dia dan isterinya berjualan dengan membuka kios (kedai) di sana untuk memenuhi ekonomi keluarga. Ia memutuskan kembali ke kampung halaman, lantaran suasana di Wamena hingga sekarang belum kondusif.
"Tak ada yang bisa menjamin kondisi di Wamena sudah membaik. Siapa yang bilang begitu, tidak bisa kita prediksi. Makanya saya putuskan pulang membawa isteri dan anak ke Sumut. Kios saya di sana dititipkan ke abang ipar untuk dijaga," katanya yang belum berpikir akan kembali ke Tanah Papua dalam waktu dekat.
Kisah pilu juga dituturkan Lambok Batubara, warga Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, bersama rekannya. Dia tak menyangka kekejaman itu tiba-tiba muncul dan sama sekali tak diduganya. Dia dan rekannya tinggal di Trans Pike Wamena.
Berpacu dengan keselamatan jiwa, akhirnya nyawa mereka selamat berkat pertolongan banyak pihak, utamanya aparat kepolisian dan TNI. "Mereka membujuk warga di sana agar kami lepas dari lingkaran menakutkan itu. Syukurlah, ini semua kuasa Tuhan," sebutnya.
Selanjutnya dia pulang ke Siborongborong. Namun masih terpikir olehnya nasib perkuliahannya di Wamena. Mahasiswa salah satu keguruan di Wamena itu. "Lihat nantilah, ini masih pikir-pikir," seraya menyampaikan terima kasih kepada Pemprov Sumut.