Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) mendesak segera dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen untuk mengungkap penyebab tewasnya aktivis sekaligus kuasa hukum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Golfrid Siregar.
“Untuk mengungkap misteri meninggalnya Golfrid secara utuh, sampai saat ini belum didapatkan. Para tersangka yang ditetapkan oleh kepolisian tidak lebih dari sekadar orang-orang yang diduga mencuri barang-barang milik Golfrid Siregar, saat dia kritis di bawa ke rumah sakit," kata Koordinator SIKAP, Quadi Azam, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/10/2019).
Quadi Azam sangat mengapresiasi langkah kepolisian yang dengan sigap merespon kasus ini. “Oleh sebab itu kami berharap agar berbagai temuan-temuan lapangan bisa terus diinformasikan secara berkala oleh pihak kepolisian kepada publik,” harapnya.
Azam mendorong agar pengusutan kasus ini dilakukan secara lebih transparan, sistematis, terukur dan melibatkan elemen masyarakat sipil lain dalam mengungkap kejanggalan tewasnya Golfrid Siregar.
“Caranya adalah dengan membentuk Tim Pencari Fakta Independen (TPFI). Hal demikian berguna dalam rangka menjaga akuntabilitas berbagai temuan fakta, pengungkapan dalang pelaku pembunuhan (jika terbukti), hingga menghindarkan asumsi-asumsi negatif seperti tidak transparan, tidak profesional dan tidak sesuai prosedur penanganan penyidikan dugaan tindakan pidana seperti yang dituangkan dalam Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana. Hal-hal demikian kami nilai justru dapat merugikan pihak kepolisian," tegasnya.
Kata Azam, apa yang dialami Golfrid Siregar merupakan ancaman nyata bagi para pembela HAM (Human Rights Defenders/HRDs. Menurutnya, kerja HRDs dalam aneka profesi, seperti dokter, pengacara/advokat, masyarakat sipil, pekerja sosial bahkan jurnalis sangatlah rentan terhadap berbagai ancaman seperti kekerasan, intimidasi, dan bahkan pembunuhan.
Tingginya tingkat risiko yang dihadapi para pembela HAM mengharuskan HRDs berusaha menemukan formulasi dalam rangka memperkuat perlindungan diri (self protection) dengan mempelajari dan memperluas sarana operasional perlindungan/keselamatan. Selain itu yang terpenting tentu saja adalah dengan terus menerus mendorong adanya perlindungan yang serius dari negara.
"Diadopsinya deklarasi Pembela HAM (HRDs) melalui resolusi 53/144 Majelis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1998 sejatinya telah memberikan gambaran bahwa pemerintah memegang tanggung jawab utama untuk memberikan perlindungan terhadap para pembela HAM. Bahwa keberadaan para HRDs berkorelasi kuat dengan penegakan HAM dan demokrasi. Oleh sebab itu, ancaman hingga pemberangusan terhadap HRDs sama artinya dengan membunuh HAM dan demokrasi,” papar Azam.
Atas kondisi tersebutlah, sebut Azam, SIKAP memandang kasus meninggalnya Golfrid Siregar adalah pekerjaan besar bagi negara melalui aparat penegak hukumnya untuk sesegera mungkin mengungkap peristiwa ini secara tuntas, sehingga tidak menimbulkan asumsi-asumsi liar yang justru menjadi ancaman serius bagi para HRDs di Indonesia, khususnya Sumatera Utara.
“Kerja-kerja HRDs merupakan hak dan tanggung jawab individu, kelompok dan perkumpulan untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan HAM serta menentang pelangaran HAM dan kebebasan dasar manusia,” pungkasnya.
Golfrid Siregar meninggal dunia setelah menjalani perawatan di RSUP H Adam Malik, Minggu (6/10/2019) dini hari. Diketahui, korban ditemukan terkapar tak sadarkan diri dengan tempurung kepala hancur pada Kamis, 3 Oktober 2019 sekira pukul 01.00 WIB di kawasan Underpass Titi Kuning, Kelurahan Titi Kuning, Medan.
Informasi yang diperoleh, korban mulanya hilang sejak Rabu, 2 Oktober 2019 sekira pukul 17.00 WIB. Ia izin keluar rumah untuk bertemu seseorang di kawasan Marindal. Sejak saat itulah Golfrid tak bisa dihubungi.
Lalu, korban ditemukan seorang penarik becak yang kebetulan melintas kemudian membawanya ke RS Mitra Sejati.
Karena diduga Mr X sebab tidak ditemukan identitas apapun di tubuhnya, pihak rumah sakit menolak. Tak lama, polisi datang dan membawa korban ke RSUP HAM sekira pukul 03.00 WIB. Korban sempat menjalani operasi, namun akhirnya meninggal.
Sementara Walhi Sumut menemukan banyak kejanggalan. Mereka menduga luka di kepala korban diduga akibat hantaman benda tumpul, sementara bagian tubuh lain tidak mengalami luka ataupun lecet layaknya korban kecelakaan lalu lintas.
Kemudian, barang-barang korban seperti tas, laptop, dompet, dan cincinnya raib. Tetapi sepeda motornya tidak diambil dan hanya mengalami kerusakan kecil saja. Berdasarkan fakta tersebut, lembaga ini mengindikasikan Golfrid dibunuh.