Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Lembaga riset global Legatum Institute yang melakukan kajian mengenai kondisi perekonomian Indonesia menilai izin konstruksi di Indonesia sangat lama prosesnya dibandingkan dengan negara lain.
Hasil riset yang dipaparkan Director of Policy Legatum Institute Stephen Brien menyebutkan bahwa mengurus izin konstruksi di Indonesia bisa memakan waktu 200 hari, menempatkan Indonesia di nomor 112 dalam kecepatan perizinan tersebut.
"Prosedur konstruksi terlalu memberatkan. Indonesia berada di urutan 112 di dunia dengan beban memperoleh izin bangunan. Saat ini, pada tahun 2019, dibutuhkan 200 hari untuk mendapatkannya," kata dia dalam diskusi di Kantor BKPM, Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Dia membandingkan kecepatan proses perizinan di negara lainnya di ASEAN. Hasilnya hanya dibutuhkan 122 hari di Filipina, 11 hari di Malaysia, dan 10 hari di Singapura. Itu jauh lebih cepat dibandingkan Indonesia.
Dia juga menyoroti standar regulasi di bidang konstruksi pada kota-kota di Indonesia. Setidaknya di kota-kota utama, Indonesia memiliki standar regulasi dan kontrol kualitas yang relatif baik selama proses konstruksi.
Tapi kondisi tersebut tidak berlaku menyeluruh. Hasil riset mereka menggambarkan kalau standar-standar yang ada belum ditegakkan secara jelas.
"Tidak selalu jelas bahwa standar-standar ini ditegakkan, atau bahwa mereka sesuai untuk lingkungan tertentu di negara ini," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa Indonesia adalah negara yang berada di cincin api. Itu membuatnya rentan terhadap gempa. Namun banyak bangunan yang didirikan tak mengedepankan standar yang memadai. Alhasil saat gempa banyak bangunan yang hancur.
"Banyak bangunan tidak dibangun dengan standar yang memadai. Gempa bumi baru-baru ini di Pulau Lombok menyebabkan hingga 70% bangunan mengalami kerusakan serius," tambahnya.
Menanggapi hasil riset yang dilakukan lembaga tersebut, Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Indra Darmawan menilai itu bisa menjadi masukan yang baik.
"Bagi kami masukan yang baik sekali untuk perbaikan," ujarnya.
Dia menyadari memang masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam menangani permasalahan regulasi di Indonesia.
"Banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan. Utamanya adalah bagaimana untuk membuat regulasi yang menuju kemudahan dan kenyamanan berusaha. Itu fokus yang bisa diambil, fokusnya regulasi. Saat ini pemerintah sedang bekerja keras untuk bisa merealisasikan," tambahnya.(dtf)