Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sidang kasus pemalsuan surat tanah seluas 2.349 M2, dengan terdakwa Apriliani (28) kembali berlanjut beragendakan keterangan saksi korban. Terungkap, bahwa terdakwa menguasai tanah korban dengan memalsukan nomor induk kependudukan (NIK) ahli waris.
"Saya tidak kenal dengan terdakwa, tapi dia mengaku sebagai pemilik tanah kami. Jelas kami keberatan, dia memalsukan NIK ahli waris yang mulia," ungkap saksi korban Lina, di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (15/10/2019) sore.
Dia melanjutkan, bahwa tanah miliknya tersebut, merupakan hibah dari ayahnya, Budi Tukimin. "Jadi Ayah saya mendapatkan tanah itu dari bapaknya, yakni kakek saya. Suratnya SK Camat dan putusan MA yang mulia," jelas saksi, di hadapan Ketua Majelis hakim, Tengku Oyong.
Lantas katanya, pada tahun 2014, korban baru mengetahui, bahwa tanah mereka seluas 2.349 M2 telah dijual terdakwa kepada Ahong. Hal itu diketahui setelah adik korban, Anton bertemu dengan Ahong.
"Kami tidak kenal dengan Ahong, dan kami tahu tanah kami sudah dijual dari penduduk sekitar bernama Fendi," timpal Anton, saksi korban lainnya.
Atas keterangan saksi korban, terdakwa Apriliani membenarkan keterangan saksi saat dikonfrontir majelis hakim. "Benar yang mulia," jawab terdakwa.
Sementara usai persidangan, kuasa hukum korban, Akhyar Idris Sagala mengatakan, terdakwa memang memalsukan NIK dengan KTP atas nama orang lain. Bahwa hal itu sesuai dengan kartu keluarga (KK) dan keterangan tersangka, Fendi dan Ng Guan Lai kepada penyidik.
Bahkan, berdasarkan KTP nomor NIK 1271125204910003 yang digunakan Apriliana dalam akta Nomor 20 Tanggal 17 Maret 2014 ternyata bukan dirinya. Melainkan, Apriliani anak dari Huang Kim Kie sesuai surat keterangan Disdukcapil Kota Medan pada 27 Agustus 2017.
“Berdasarkan KTP itu Apriliana menyuruh notaris membuat surat keterangan hak ahli waris, sebagai satu-satunya dari Ng Giok Lan dan Ng Guan Lai,” tegas Akhyar.
Atas kecurigaan itulah, dirinya kemudian mencari tahu kebenaran tersebut, yang menyebut bahwa terdakwa merupakan anak tunggal. "Setelah saya telusuri, ternyata masih ada Fendi, yang merupakan abang kandung Apriliani," tandasnya.
Selain itu, hal yang membuat geram kuasa hukum korban, Panitera Pengganti (PP) Usman Harefa, dianggap terlalu mencampuri perkara ini. Menurut Akhyar, seharusnya PP bersikap netral dalam suatu perkara.
"Kami minta Ketua PN agar mengganti PP Usman Harefa. Tidak boleh dia terlalu mencampuri dengan mengatakan kepada korban, 'kok baru muncul, selama ini kemana saja'," pungkasnya.
Diketahui dalam dakwaan JPU Randi Tambunan menyebutkan, kasus ini bemula saat Ng Giok Lan (ibu kandung terdakwa Apriliani) mempunyai warisan tanah yang terletak di Jalan Pancing II, Lk II, Kelurahan Besar d/h Kampung Besar, Kecamatan Medan Labuhan seluas 14.910 M2.
"Selanjutnya pada 17 Maret 2014 bertempat di Kantor Notaris dan PPAT Nuriljani Iljas SH yang beralamat di Jalan Helvetia By Pass, No 108 B, Labuhan Deli, Deli Serdang, terdakwa menjual tanah tersebut berdasarkan Akta No 20 kepada Lo Ah Hong seharga Rp 8.585.500.000," ucap jaksa di hadapan Ketua Majelis hakim, Tengku Oyong.
Terdakwa Apriliani menjual tanah tersebut dasar Surat Keterangan Hak Warisan Ahli Waris Kelas Satu Nomor: 12/NI/N-SKHW/III/2014 tanggal 17 Maret 2014 bertalian dengan Surat Keterangan No 470/971/RP-II/2014 tanggal 19 Februari 2014.
Randi melanjutkan bahwa sebelumnya tanah tersebut sudah dijual oleh Ny Djoe Ho/Ny Yap Kim Kiok (nenek terdakwa Apriliani) kepada Mochtar Daud pada tahun 1977 di hadapan Notaris Rachmat Sentosa, SH.
"Setelah mendengar informasi bahwa tanah miliknya dijual tersebut saksi korban Anto dan Lina merasa keberatan bahwa tanah yang dijual terdakwa tersebut merupakan milik mereka dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 4852 dengan luas 2.349 M2," urai JPU.
Akibat perbuatan terdakwa, kedua korban merasa keberatan dan melaporkannya ke Polda Sumut. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 385 ke-1 KUHP subsider Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim menutup sidang dan melanjutkannya pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Terdakwa dan penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi.
Namun anehnya, sebelum memasuki ruang sidang, Apriliani terpantau memasuki ruangan Humas Hakim Jamaluddin diikuti oleh dua orang yang diduga keluarganya.
Bahkan, sebelum masuk ke dalam ruangan, Hakim Jamaluddin dan terdakwa Apriliani juga terlihat mengobrol di depan ruangan tunggu jaksa yang berada persis di samping ruangan Humas PN Medan. Setelah 5 menit, Apriliani pun keluar untuk selanjutnya mengikuti proses persidangan.