Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suami Rita Maharani itu diduga menerima Rp 330 juta untuk menutupi
pengeluaran yang tak bisa ditutupi APBD saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke Jepang.
Penangkapan Dzulmi Eldin sendiri berbarengan dengan dimulainya tahapan Pilkada Medan 2020.
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Islam Sumatera Utara (UINSU), Rholand Muary, meyakini kasus tersebut akan berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat pada Pilkada Medan 2020.
Di Pilkada Medan 2015 lalu, kata dia, tingkat partisipasi masyarakat yang hanya 28 % sedikit banyak dipengaruhi oleh tersangkutnya Rahudman Harahap, Wali Kota Medan dalam persoalan hukum. Setelahnya ada juga Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho yang mengalami kasus serupa, dan berurusan dengan KPK.
"Bisa kita bayangkan masyarakat akan semakin apatis dengan pilkada, karena 3 Wali Kota Medan selalu berakhir dibalik jeruji besi, mulai dari Abdillah, Rahudman dan Dzulmi Eldin," ujarnya, ketika dimintai tanggapan, Kamis (17/10/2019).
Kata dia, masyarakat tidak bisa disalahkan ketika tidak mau menggunakan hal pilihnya di Pilkada Medan 2020 mendatang. Sebab, tidak memilih adalah sebuah sikap atau pilihan.
Kondisi ini, menurutnya akan KPU semakin bekerja keras untuk bisa membuat masyarakat datang ke TPS.
"Kalau prediksi saya, tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada 2020 tidak akan lebih tinggi dari dengan Pilkada 2015, bahkan cenderung menurun. Karena masyarakat apatis melihat pemimpinnya," tutur Rholand.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, menjelaskan perjalanan dinas ke Jepang dilakukan dalam rangka kerja sama sister city antara Medan dan Ichikawa. Saat itu, Eldin disebut mengajak istri, dua anak, dan orang lainnya yang tidak berkepentingan.
"Keluarga TDE (Tengku Dzulmi Eldin) bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut, keluarga TDE didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu SFI (Syamsul Fitri Siregar)," katanya.
Akibat ikut sertanya pihak yang tidak berkepentingan itu, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tak dapat dipertanggungjawabkan dan tak bisa dibayar dengan APBD. Pihak travel yang menangani perjalanan itu kemudian menagih bayaran kepada Eldin.
"TDE kemudian bertemu dengan SFI dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp 800 juta," ucap Saut.
Atas perintah itu, Fitri menghubungi ajudan Eldin untuk membuat daftar target kepala dinas yang akan dimintai 'kutipan', termasuk kadis yang ikut ke Jepang. Isa sendiri tak ikut ke Jepang tapi tetap dimintai karena diangkat sebagai Kadis PU oleh Eldin.
Isa kemudian dimintai Rp 250 juta. Dia kemudian mengirimkan duit Rp 200 juta ke rekening kerabat ajudan Eldin. Sedangkan duit Rp 50 juta lain diserahkan kepada ajudan Eldin lainnya, Andika, yang kini kabur.
Pemberian ini diduga bukan yang pertama kali. Eldin diduga pernah menerima duit senilai Rp 130 juta dalam beberapa kali pemberian.
Dalam kasus ini, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni sebagai pemberi suap Kepala Dinas PUPR Isa Ansyari, sebagai penerima suap Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar.