Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Akhirnya Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, akhirnya buka suara tentang Surat Edaran Pemprov Sumut Nomor 180/8883/2019 perihal Pemeriksaan ASN Terkait Pengaduan Masyarakat, yang menjadi polemik publik saat ini.
Gubernur Edy menegaskan surat itu bersifat internal dan sama sekali tidak menghambat proses penegakan hukum. Gubernur juga memastikan dirinya tidak sebodoh itu (menghambat pemeriksaan hukum).
"Jadi surat edaran itu khusus, terkhusus ke dalam, yang orang luar tak usah ikut-ikut. Jadi ke dalam, dalam rangka memberikan administrasi, menentukan administrasi, mendata administrasi ASN yang ada persoalan dengan hukum," ujar Edy menjawab wartawan usai penyambutan 175 pengungsi Wamena di Medan, Senin (21/10/2019).
Sehingga dirinya selaku gubernur, mengetahui proses hukum dan ASN si A, si B dan si C berikut kesalahannya. "Nggak si A si B, begitu dipanggil sana dipanggil sini gubernurnya tidak tahu. Saya ini orangtuanya, kalau ada anak buah yang salah karena kebijakan saya, yang salah itu gubernurnya, bukan anak buah saya, bukan, bukan ASN saya. Untuk itu ASN itu wajib melaporkan kepada saya sehingga saya tahu pasti," jelas gubernur.
Yang kedua dalam hal ini, lanjut Edy, terbitnya surat edaran itu sangat penting. Kenapa? Itu adalah salah satu catatan pribadi (condite) kepada ASN, catatan untuk naik pangkat naik jabatan.
"Kalau dia mengalami pelanggaran-pelanggaran, kesalahan-kesalahan yang dilakukan sehingga mengakibatkan berurusan dengan aparat hukum, sehingga disini juga bisa mencatat bisa mengetahui secara pasti," tambahnya.
Soal kemungkinan terlambat pemeriksaan hukum di Kejaksaan maupun di Kepolisian karena surat edaran itu, Gubernur Edy menampiknya. "Tidak mungkin terlambat, gubernur juga kan tidak buta hukum. Apabila begitu sudah tahu saya oh si A persoalannya ini oh silahkan, si B persoalannya ini oh silahkan, kan ada sampai 3 kali panggilan. Kalaulah satu kali panggilan oh terlambat karena perizinan kan ada panggilan kedua," jawab Edy.
Malah menurut Edy, dia juga menerbitkan surat edaran itu dalam rangka mempermudah, bukan mempersulit. "Tetapi ke dalam itu adalah wewenang saya selaku gubernur.
Secara hirarki, ujar Edy lebih lanjut, kalau misalnya ASN itu dari di Dinas Pendidikan, menurutnya bisa melapor kepada Kepala Dinas Pendidikan atau bukan harus kepada gubernur. Begitu juga di Pengairan dan di PU. "Namanya gubernur, itu kepala dinas itu gubernur-gubernur di bidangnya. Itu maksudnya," jelas Edy.
Secara hirarki, kata Edy lagi, tidak perlu dijabarkan. "Tetapi yang perlu Anda catat urusan ASN yang di bawah gubernur itu haknya gubernur membuat peraturan. Tetapi terus menjadikan aparat hukum menjadi kesulitan dalam rangka melakukan hukum, itu kesalahan gubernur jadinya. Pastikan gubernur tidak sebodoh itu, ok!.," tegas Edy lagi. Ada lagi?, tanya gubernur.
Tetapi kemudian ada fakta bahwa kepala dinas tidak memenuhi panggilan hukum dengan menjadikan surat edaran itu sebagai alasannya, tanya wartawan lagi, namun menurut Edy silahkan ditanya sama kadisnya. "Berarti salah kadisnya, jangan kamu tanya sama gubernur. Ok!," pungkas Edy.
Sebagaimana dalam surat edaran Pemprov Sumut Nomor 180/8883/2019 tertanggal 30 Agustus 2019 yang ditandatangani Sekdaprov Sumut, Sabrina itu, disebutkan jika ada panggilan dari aparat hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK, agar terlebih dahulu melaporkan panggilan itu kepada Gubernur Sumut.
Edaran itu juga menegaskan larangan bagi ASN memenuhi panggilan penegak hukum itu jika belum melapor kepada gubernur. Namun tidak disebutkan dalam surat edaran itu untuk alasan apa harus melapor dulu kepada gubernur.
Sebagaimana dalam poin pertama edaran itu, isinya adalah "Apabila saudara menerima surat permintaan keterangan/surat panggilan dari penyelidik/penyidik Kepolisian RI, Kejaksaan RI atau KPK RI, sebelum Saudara memenuhi maksud surat tersebut agar melaporkannya kepada Gubernur Sumatera Utara Cq. Kepala Biro Hukum Setdaprovsu".
Kemudian pada poin kedua disebutkan "Tidak diperkenankan menghadiri permintaan keterangan/panggilan tanpa ijin dari Gubernur Sumatera Utara yang dibuktikan dengan Surat Perintah Tugas dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara".