Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan mencatat, sejauh ini telah ada sebanyak 1.985 ekor babi terjangkit virus hog cholera di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Jumlah tersebut, tersebar di 7 Kabupaten, yakni Dairi, Humbahas, Tobasa, Tapanuli Utara, Karo, Deliserdang dan Sergai.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, Mulkan Harahap mengakui, dari data itu, daerah yang paling banyak terjangkit virus tersebut berada di Dairi, Humbahas dan juga Taput. Oleh karena itu, ia menyatakan, pemerintah pusat juga telah turun tangan, yakni menyiapkan vaksin sebanyak 10.000, pencuci kandang (desinfektan) sebanyak 50 Kg, dan peralatan kandang lainnya termasuk jarum suntik.
"Kalau dari Deliserdang dan Sergei, sedikit. Tapi data lengkapnya saat ini belum saya dapat," ujarnya kepada wartawan, Rabu (23/10/2019).
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap memastikan, virus hog cholera tidak membahayakan bagi manusia bila dikonsumsi. Namun begitu, ia mengaku pihaknya bersama Pemkab setempat telah melakukan upaya pencegahan agar virusnya tidak menyebar lebih meluas lagi.
"Tim sudah bergerak ke daerah-daerah yang rawan terjangkit dan apabila ditemukan, hewan itu akan kita isolasi dan diobati," terangnya.
Sementara itu, Azhar menyatakan kalau kematian ratusan babi di Kabupaten Dairi, belum lama ini, juga ternyata tidak terpapar virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Hal ini diketahui setelah dilakukan penelitian oleh tim gabungan, baik dari pusat, provinsi dan kabupaten, pasca mendapat laporan tentang kematian hewan kaki empat tersebut.
Ia membeberkan, dari laporan yang mereka terima, kejadiannya itu terjadi pada 21 September 2019 lalu. Sejak saat itu, pihaknya bersama Balai Veteriner Medan didampingi petugas kabupaten setempat sudah turun ke lapangan untuk menginvestigasi penyebab kematian babi tersebut untuk kemudian diambil sampelnya.
"Hasil isolasi sementara kita, kematian mendadak babi tersebut bukan karena ASF, namun akibat penyakit endemik biasa," katanya.
Sejak tanggal tersebut juga, lanjut dia, tim juga turun ke lapangan dan mengambil sampel di Dairi, Humbahas, Deliserdang, Simalungun, Binjai, Batubara dan Tapanuli Utara. Bahkan sampel babi yang mati mendadak di Dairi, sudah diperiksa Balai Veteriner lewat laboratorium.
"Dan sampai dengan pemeriksaan terakhir belum dinyatakan ASF. Masih diperlukan tahapan pemeriksaan lebih lanjut. Karena untuk menyatakan ada penyakit baru tidak mudah, ada tahapan-tahapannya," sebutnya.
Sembari menunggu hasil tersebut, Azhar mengaku pihaknya sudah mengeluarkan edaran dan standart operasional prosedur (SOP) sebagai upaya antisipasi penyebaran virus ASF di Sumut. Salah satunya dengan memperketat lalu lintas area dari wilayah peternakan babi tersebut.
"Apalagi kalau sudah ada yang mati itu, langsung dikubur di situ dan jangan diperjualbelikan atau dibuang di sungai," katanya.
Disinggung mengenai wabah atau penyakit apa yang menyerang ratusan babi di Dairi sampai bisa mati mendadak, Azhar menegaskan, hal itu merupakan karena penyakit endemik yang secara alamiah memang umum ada di Indonesia yaitu hog cholera atau penyakit menular pada babi.