Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kepala Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri (PT TUN) Medan, Bambang Edy Sutanto, mengakui, hakim di pengadilan yang ia pimpin, maupun di Pengadilan Tata Usaha Medan (PTUN) Medan, sering disebut macan ompong. Julukan itu harus mereka terima, karena dalam banyak kasus, keputusan lembaga hukum itu sering tidak dieksekusi.
Bambang mengaku, stereotip itupun berpengaruh secara psikologis, sehingga setiap kali ada pembahasan mengenai RUU mereka terkesan skeptis.
"Terus terang, kami yang paling sakit. Kami dibilang macan ompong, karena keputusan dari kami sering tidak dieksekusi. Kami sampai berpikir, pada akhirnya semua tergantung lobi politik," kata Bambang di acara seminar nasional "Urgensi Undang-undang Khusus tentang Contempt of Court di Indonesia".
Seminar ini digelar Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), di Hotel JW Marriot, Medan, Kamis (24/10/2019).
Dijelaskannya, penerapan undang-undang itu, apakah khusus (lex spesialis) atau umum (general spesialis) tergantung good will. Karena faktanya kemudian, selalu ada lobi-lobi politik, meskipun sudah inkrah.
"Spirit perlunya ada undang-undang khusus tentang contempt of course di Indonesia ini tentu kami dukung, tapi dari pengalaman-pengalaman, rasanya terasa sulit dijadikan undang-undang. Cakupan politiknya sangat luas dan beririsan dengan banyak kepentingan," kata Bambang.
Sebelumnya, para pemantik seminar antara lain, Lilik Mulyadi (penyusun draft undang-undang contempt of course) Mahmud Mulyadi dan Ningrum Natasya (ahli hukum/akademisi Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara) menyampaikan pandangannya masing-masing.
Pada prinsipnya, ketiganya sepakat perlunya undang-undang khusus tentang contemp of course itu. Ketiganya sepakat wibawa lembaga pengadilan di Indonesia harus dijaga demi tegaknya hukum itu sendiri.
Ningrum yang membawa materi dari sisi civil content, khususnya dari aspek hukum ekonomi menjelaskan, bagi pelaku bisnis, undang-undang itu sangat perlu, karena bisa saja akan berkaitan dengan bisnis mereka.
"Kalau kepastian hukum kita belum tegak, mungkin disebabkan intervensi di luar proses pengadilan, akan membuat investor takut berinvestasi. Mungkin urgensinya terkait hukum bisnis ada di situ. Maka menjadi perlu bagi pejabat pengadilan, khususnya hakim untuk diberikan perlindungan, yang diatur dalam undang-undang khusus," ujarnya.
Sedangkan Mahmud Mulyadi menjelaskan, pentingnya menjaga kewibawaan secara fisik maupun kehormatan pejabat pengadilan, khususnya hakim. Tapi hakim juga mesti memastikan dirinya independen, meski pada praktiknya sulit dilakukan. Jadi bukan soal umum atau khusus, tapi ini soal kehormatan.
Sementara Lilik Mulyadi sebagai salah satu tim penyusun draft undang-undang itu, menjelaskan, banyak kasus kekerasan yang dialami pejabat pengadilan. Seperti pemukulan terhadap hakim, perusakan kantor pengadilan, ancaman dan sebagainya. Hal itulah yang mendasari penting adanya undang-undang ini di Indonesia.
Membuka seminar, Kepala Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Hasbi Hasan menerangkan, seminar ini untuk menampung ragam pendapat tentang perlunya undang-undang ini. Dikatakannya, materi draft undang-undang ini sudah disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya dengan melibatkan banyak ahli.
Tampak hadir di seminar itu antara lain, Ketua Pengadilan Tinggi Medan, Setyawan Hartono ; Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan, Rosmawardani ; Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri Medan, Bambang Edy Sutanto ; Kepala Badan Pengadilan Militer Tinggi I Medan, Brigjen TNI Tama Ulinta Tarigan.
Panitia seminar, Johannes, mengatakan, peserta yang mengikuto seminar berasal dari kalangan akademisi, advokat, perangkat hukum dan kalangan LSM, yang berjumlah kurang lebih 100 orang.