Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Selama ini kita selalu mendengar bahwa market share bank syariah itu berada dalam rentang 5% hingga 8%. Selebihnya pangsa pasar perbankan masih dikuasai oleh bank konvensional. Walaupun pada dasarnya masyarakat Muslim yang menjadi masyarakat mayoritas di negeri ini. Tetapi apakah itu cukup menjadi modal bagi bank syariah untuk tumbuh signifikan dan mampu menguasai pangsa pasar yang lebih besar?
Saya yakin sepenuhnya masyarakat Muslim itu memahami bahaya riba jika menggunakan bank konvesional. Allah berfirman: “Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. [Al Baqarah :275]. Rasulullah juga bersabda: “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan mengetahui bahwa itu uang riba, dosanya lebih besar daripada berzina 36 kali”. (HR. Ahmad dari Abdulloh bin Hanzholah dan dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih al jami’, no. 3375).
Jelas tertulis bahwa riba itu haram dan mereka yang memakan riba hukumnya juga jelas. Lantas mengapa perbankan syariah juga tak kunjung mekar di negeri ini? Dari sisi syariatnya, memang hukum memakan riba itu jelas. Tetapi tidak sepenuhnya kita berpendapat demikian jika dalam prakteknya. Di mana dalam prakteknya perbankan syariah memang masih belum sepenuhnya mampu meggantikan fungsi dari bank konvensional pada umumnya.
Berikut beberapa ketertinggalan bank syariah. Jaringan kantor atau pelayanan perbankan yang menjangkau hingga ke pelosok daerah itu jumlah perbankan syariah masih sangat terbatas. Bank syariah cenderung tidak mampu bersaing jika berhadapan dengan bank konvensional dalam melayani masyarakat di wilayah pedalaman. Bank syariah masih cenderung bertarung di wilayah perkotaan ataupun wilayah ibu kota baik itu tingkat provinsi maupun Pemda tingkat II.
Sehingga masyarakat tidak memiliki opsi yang lain, selain menggunakan bank konvensional. Dalam kondisi seperti ini masyarakat berada dalam posisi darurat bank syariah. Sehingga menggunakan bank konvensional menjadi jalan satu satunya. Dan tidak sedikit ulama yang dengan sangat terpaksa menggunakan jasa perbankan konvensional tersebut.
Tidak sampai di situ, bentuk darurat lainnya justru datang di wilayah perkotaan yang notabene banyak bank syariahnya. Sebagai contoh, seorang pengusaha besar kesulitan mendapatkan akses pembiayaan atau modal melalui bank syariah. Dengan alasan yang beragam, salah satunya adalah kemampuan bank syariah yang tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan modal pengusaha tersebut.
Alhasil, pengusaha mencari jalan lain dengan mendapatkan pembiayaan dari bank konvensional. Dan dalam konteks ini pengusaha terpaksa memakai jasa bank konvensional untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan agar perusahaan tetap berjalan, sehingga karyawan tetap bekerja. Selanjutnya, dari sisi teknologi bank syariah juga masih tertinggal dibandingkan dengan bank konvensional.
Layanan ATM, atau layanan berbasiskan digital seperti online banking, mobile banking hingga ke masalah produk jasa keuangan bank syariah masih tertinggal. Tidak sedikit perusahaan yang banyak menggunakan jasa bank konvensional karena layanan digitalnya canggih, jaringan ATM ada tersedia banyak, unggul dalam produk perbankan yang mampu memenuhi kebutuhan nasabah. Dan masih banyak keunggulan lain bank konvensional yang belum mampu ditandingi bank syariah.
Selain itu, nank syariah ini kan banyak yang menjadi anak usaha dari bank konvensional. Artinyak induk bank syariah itu adalah bank konvensional. Nah, dalam operasionalnya. bank syariah ini cenderung tidak mendapatkan pangsa pasar potensial dari bank konvensional. Atau bahkan bank syariah dibiarkan berjuang sendiri tanpa ada campur tangan bank konvensional untuk membantu memasarkan produknya.
Sebagai contoh, bank konvensional yang menjadi induk bank syariah dalam melakukan pembiayaan bekerja sama dengan perusahaan atau pemerintahan. Yang paling umum terlihat adalah bank konvensional milik daerah mendapatkan kesempatan untuk membagikan gaji PNS melalui rekening di bank konvensional. Selanjutnya bank konvensional memberikan pinjaman kepada PNS dengan cara memotong gaji untuk membayar cicilan hutang langsung saat gaji diterima.
Dengan praktek seperti itu jelas bank konvensional mendapatkan keunggulan. Keunggulan tersebut di antaranya adalah mendapatkan nasabah yang punya dana murah tersimpan di bank, dan memberikan pembiayaan dengan cara memotong langsung saat gaji diterima. Sehingga sangat wajar jika NPL bank konvensional lebih mudah dikendalikan, ataupun sejumlah rasio lain bank konvensional bisa merealisasikan angka yang sehat.
Sementara bank syariah harus berjibaku dengan menyeleksi nasabah atau debitur yang bahkan tidak memiliki simpanan di bank syariah. Dalam mencari nasabah yang mau menyimpan uangnya, bank syariah harus berkeliling untuk meyakinkan agar masyarakat mau menyimpan uang di bank syariah. Dalam konteks ini, tidak jarang bank syariah terpaksa mematok imbal hasil di atas rata-rata bank lain. Yang pada akhirnya membuat biaya dana bank syariah menjadi lebih mahal.
Kalau sudah mahal, maka bank syariah terpaksa harus memberikan pembiayaan dengan biaya pembiayaan lebih mahal dibandingkan dengan bank lain. Secara tidak langsung, bank syariah dipaksa untuk bermain di segementasi pembiayaan konsumtif, atau pembiayaan yang menjanjikan untung besar, walaupun resikonya juga besar. Karena pembiayaan konsumtif lebih menjanjikan keuntungan dibandingkan sektor produktif (korporasi dan komersial). Walaupun sektor konsumtif ini lebih beresiko, karena potensi macetnya besar.
Kalau sudah begitu, maka wajar jika NPF (NPL di bank konvensional) lebih tinggi. BOPO bank syariah juga lebih buruk dibandingkan dengan bank konvensional. Dan banyak lagi sejumlah indikator keuangan lainnya, di mana kita kerap berkesimpulan bahwa bank syariah kinerja keuangannya selalu lebih buruk dibandingkan dengan bank konvensional. Faktanya memang seperti itu, tetapi kita kerap luput dengan melihat lebih tajam mengapa bisa seperti itu.
Itu hanya beberapa kekurangan bank syariah yang terlihat, tentunya ada beberapa hal lain yang tidak dijelaskan di tulisan ini. Selanjutnya adalah resistensi masyarakat terhadap bank dyariah. Banyak masyarakat yang kerap berkesimpulan bahwa kehalalan bank dyariah itu diragukan. Ketertinggalan fasilitas layanan bank syariah diungkit sebagai alasan untuk tidak menggunakan bank syariah.
Padahal seandainya semua masyarakat Muslim yang ada di Indonesia memiliki keberpihakan terhadap bank syariah, bukan tidak mungkin bank syariah akan menjadi pemain terbesar di industri perbankan. Alasan ideologi ataupun keterikatan emosional belum sepenuhnya terbentuk dari masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah.
Bank dyariah itu membutuhkan dukungan dari masyarakat Muslim dimanapun. Dengan landasan iman, bank syariah itu mengharapkan masyarakat untuk menggunakan jasa perbankan syariah di tengah banyak kekurangannya. Kita berharap banyak masyarakat yang tidak memperdulikan segala kekurangan bank syariah, namun menggunakan bank syariah sebagai tolak ukur ketaatan terhadap Allah SWT.
Kunci keberhasilan dalam membesarkan bank syariah tidak lain dan tidak bukan adalah dengan dukungan nyata maupun tindakan nyata untuk menggunakan serta menyerahkan segala urusan keuangan duniawi kita lewat bank syariah. Jadi dimulai dari diri sendiri. Langkah ini yang paling efektif dalam mendorong market share bank syariah untuk tumbuh signifikan.
Memang ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah, maupun KNKS (komite nasional keuangan syariah), regulator seperti BI dan OJK dalam upayanya untuk mendorong pertumbuhan bisnis perbankan syariah. Tetapi upaya itu sulit akan menjadi kenyataan, menjadi sia-sia jika masyarakat Muslim-nya acuh dan abai terhadap bank syariah.
===
*Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi, Alumni UGM Yogyakarta, Dosen FAI Universitas Islam Sumatera Utara.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya . Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 px) Anda ke [email protected].