Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita bisa sampai terserang kanker payudara. Mulai dari faktor genetik, perubahan pola hidup, konsumsi makanan tinggi lemak dan alkohol berlebihan, hingga kebiasaan merokok.
Namun dari berbagai faktor tersebut, ternyata perubahan pola hidup dan konsumsi makanan tinggi lemak yang menjadi faktor paling utama memicu kanker payudara ini. Hal ini disampaikan, dokter spesialis bedah onkologi RS Murni Teguh, dr Albiner Simarmata SpB(K)Onk.
"Kanker payudara bukan disebabkan dari virus, bahkan faktor keturunan tidak signifikan dan hanya memberi andil sekitar lima sampai 10 persen saja. Faktor utamanya adalah perubahan-perubahan pola hidup, seperti penundaan perkawinan, maupun penundaan usia kelahiran pertama," ungkapnya kepada wartawan, Senin (4/11/2019).
Lebih lanjut Albiner menyampaikan, berdasarkan laporan penelitian dari India bagian timur menyebutkan, apabila perempuan menikah dan melahirkan di atas 30 tahun maka memiliki kesempatan 2 kali lebih besar terkena kanker payudara. Hal ini termasuk juga, perempuan yang sudah haid di bawah usia 11 tahun.
"Selain itu, perempuan yang haid lebih lama atau menopause setelah usia 55 tahun. Namun, di Indonesia untuk menopause ini masih jarang karena rata-rata di bawah 50 tahun," ujarnya Didampingi Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bangbang Buhari dan Manajer Radiologi, dr Juliana Gozali.
Tak hanya itu, jelasnya, ada juga faktor lainnya yaitu kegemukan atau kelebihan lemak. Selanjutnya, sering mengkonsumsi makanan bercampur bahan kimia. "Untuk mencegah kanker payudara tidak ada pencegahan yang primer, karena tidak tahu seseorang yang berpotensi terkena penyakit ini. Oleh karenanya, yang ada pencegahan sekunder seperti menjaga pola makan hidup sehat dan berat badan, berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alhokol," jelasnya.
Albiner menuturkan, pencegahan penyakit tersebut juga bisa dilakukan dengan deteksi dini yaitu melakukan pemeriksaan rutin sendiri terhadap payudara pada masa tujuh hingga 10 hari setelah haid. Deteksi ini dilakukan disarankan satu kali dalam sebulan. "Sekitar 80 persen keluhan awalnya penyakit ini adalah benjolan, tapi tidak terasa sakit dan tidak tahu karena tidak dideteksi dini atau diperiksa ke dokter, sehingga tidak tahu," tuturnya.
Albiner menyebutkan, sebagian besar penderita kanker payudara yang ditanganinya berusia lanjut karena tidak mewaspadai sedini mungkin penyakit tersebut. Padahal, jika mendeteksi dini dan memeriksa ke dokter ketika ada benjolan satu hingga dua centimeter (cm), maka akan cukup menolong untuk dilakukan pencegahan.
Namun demikian, lanjutnya, yang sering terjadi pada pasien ketika ada benjolan kecil dibiarkan karena terkendala atau ada hambatan sosial. Misalnya, pasien yang sudah memiliki suami dan hendak memeriksakannya tentu harus meminta izin terlebih dahulu dan mertuanya. "Hal ini berdasarkan laporan di dalam forum Asia Pasifik, dimana hambatan sosial di Asia Tenggara penderita kanker payudara ini tidak independen. Artinya, pasien tidak bisa memutuskan untuk memeriksakan atau berobat ke dokter," bebernya.
Kabid Pelayanan Medis RS Murni Teguh dr Bangbang Buhari menambahkan, Oktober diperingati sebagai bulan kesadaran kanker payudara baik secara nasional maupun internasional. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya kesadaran dan deteksi dini kanker payudara.
Disebutkannya, program deteksi dini kanker payudara dilakukan dengan 'SADARI' yang dianjurkan American Cancer Society (ACS). Antara lain, usia 20-25 tahun SADARI satu bulan sekali hingga umur 50 tahun melakukan tujuh sampai 10 hari sesudah menstruasi.
Kemudian, usia 25-35 tahun SADARI satu bulan sekali disertai pemeriksaan dokter setiap tahun. Selanjutnya, usia 40 tahun melakukan mamografi, usia 35-59 tahun melakukan SADARI satu bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap enam bulan, dan mamografi sesuai anjuran dokter. "Terkahir, usia 50 tahun melakukan SADARI satu bulan sekali disertai pemeriksaan dokter tiap enam bulan, dan mamografi satu tahun sekali," paparnya.
Cara melakukan SADARI ini, ujarnya, dengan meraba seluruh bagian payudara sesuai yang dianjurkan untuk merasakan ada sesuatu di dalam yang tidak biasa, atau adanya cairan dari puting susu. Kemudian, berbaring dan menaruh bantal pada sisi payudara yang akan diperiksa. "Posisi lengan pada sisi payudara yang diperiksa diletakkan di belakang kepala," imbuhnya.
Berikutnya, sambung dia, dengan tangan yang bebas gunakan tiga jari dalam posisi sejajar dengan payudara (bukan tegak lurus) untuk memeriksa seluruh area payudara. Tekan dengan gerakan memutar dan naik-turun, awali dari daerah ketiak turun ke bawah lalu naik lagi sampai seluruh area payudara terperiksa termasuk daerah puting susu.
"Jika merasakan sesuatu yang tidak wajar, perhatikan baik-baik dan ulangi serta bandingkan dengan daerah lainnya. Kelainan yang teraba dapat berbentuk benjolan yang agak keras dan tidak menghilang setelah 2 kali siklus menstruasi. Jadi jangan tunggu, segera periksakan diri ke dokter jika benjolan tidak hilang, atau benjolan tumbuh semakin besar, atau ada cairan keluar dari puting," sebutnya.
Sementara itu, tambahnya, jumlah pasien kanker payudara yang ditangani di RS Murni Teguh terjadi peningkatan dari tahun 2018 ke 2019. Pada tahun 2018, berjumlah 1.392, sedangkan 2019 mencapai 1.526. "Jumlah pasien kanker payudara di tahun 2019 ada 1.366 orang (rawat jalan) dan 160 orang untuk rawat inap (data Januari-September). Penyakit kanker payudara ini merupakan peringkat pertama di RS Murni Teguh ditahun 2018 dan 2019," tukasnya.