Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI Wilayah Sumatra Utara) menyesalkan penangkapan sejumlah mahasiswa Universitas Katolik (Unika) St Thomas Medan oleh pihak kepolisian beberapa waktu lalu. PBHI juga meminta agar persoalan yang mendasari penangkapan itu diselesaikan secara kekeluargaan.
Hal itu dikatakan Ketua PBHI Sumut, Zulkifli Lumbangaol dalam siaran persnya kepada medanbisnisdaily.com, Senin (11/11/2019).
"Harusnya otoritas kampus menyelesaikan persoalan dengan cara edukatif, bukan sebaliknya, apalagi pihak yang bermasalah sudah menyatakan damai," kata Zulkifli.
PBHI Sumut, sambung Zulkifli, juga meminta agar pimpinan kepolisian di wilayah hukum Sumut, menindak tegas oknum kepolisian yang tidak profesional dalam menangani kasus hukum mahasiswa Unika St. Thomas itu. Mereka (mahasiswa) yang ditangkap itu harus dibebaskan, kata Zulkifli.
Berikut poin-poin lengkap pernyataan sikap dari PBHI Sumut.
1. Meminta pihak kepolisian Republik Indonesia menindak tegas oknum kepolisian yang tidak profesional dan tidak menghormati hak dasar yang diperoleh sebagai warga masyarakat dan negara dalam penanganan kasus hukum mahasiswa Unika St. Thomas, Medan.
2. Meminta pihak kepolisian Resor Kota Besar Medan segera membebaskan Ari Kristifan, Hot Maruli Tua Lingga dan Ambrin Bosriwan Simbolon yang ditahan.
3. Meminta kepada Keuskupan Agung Medan untuk membantu proses pembebasan ketiganya yang kini ditahan di Polrestabes Medan.
4. Meminta Keuskupan Agung Medan turut serta dalam mendidik mahasiswa Unika St. Thomas, Medan dengan pendekatan yang humanis dan cinta kasih.
5. Meminta Keuskupan Agung Medan untuk mengevaluasi keberadaan Romo Emanuel Sonny Wibisono, O Carm yang telah menimbulkan kegaduhan di lingkungan akademik Unika St Thomas Medan.
6. Meminta Rektor Unika St Thomas Medan menyelesaikan persoalan intern kampus dengan cara yang edukatif bukan dengan cara intimidasi dan kriminalisasi mahasiswa.
7. Meminta Rektor Unika St Thomas Medan, menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan intimidasi terhadap mahasiswa dan menjalankan pendidikan dengan pendekatan yang cinta kasih dan humanis.
8. Meminta Rektor Unika St Thomas, Medan tidak melarang kegiatan mahasiswa dan menjamin, menghormati serta melindungi hak dasar mahasiswa sebagai bentuk Kebebasan Akademik dan pemenuhan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Seperti diberitakan sebelumnya, penangkapan itu berkaitan dengan inagurasi yang digelar Fakultas Pertanian Unika St. Thomas Medan di Sibolangit, Deli Serdang, 11-13 Oktober 2019 lalu. Pastor Sonny (pastor kampus) yang dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, Sabtu (9/11/2019) menjelaskan, penangkapan itu dilakukan karena adanya laporan orangtua mahasiswa baru yang mengaku anaknya menjadi korban kekerasan di acara itu.
Dijelaskan Pastor Sony, sejak awal acara inagurasi mahasiswa itu sudah ditentang pihak kampus, karena tradisi itu sudah dilarang sejak 2012. Namun imbauan itu tidak diindahkan. Kepanitiaan yang dibentuk, kata Pastor Sony, juga bukan hasil bentukan lembaga resmi, baik di fakultas maupun universitas, namun kesepakatan mahasiswa pertanian.
"Pasca inagurasi ada orangtua mahasiswa baru yang melaporkan bahwa anaknya menjadi korban kekerasan di acara itu dan harus menjalani perawatan di rumah sakit," kata Pastor Sony.
Dikatakan Pastor Sony, korban mengalami tindakan kekerasan fisik yang dilakukan panitia. Karena itu, dilakukan upaya pertemuan, antara pihak universitas, panitia dan senioran mahasiswa Fakultas Pertanian, tetapi hal itu tidak diindahkan. Saat kasus mulai ditangani pihak kepolisian, barulah mahasiswa berkeinginan melakukan rekonsiliasi dan meminta maaf dengan semua mahasiswa dan pihak universitas.
Namun sambung, Pastor Sony, proses rekonsiliasi itu menjadi “cacat” karena mahasiswa yang ingin melestarikan tradisi kekerasan itu, dengan sengaja “melenyapkan" daftar hadir (presensi) yang sampai sekarang belum ditemukan. Lalu, korban “dipaksa” tanda tangan perdamaian di salah satu warnet dekat kampus, tanpa didampingi orangtua (wali) dan pihak kepolisian.