Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Selain mencemari lingkungan, adanya ratusan bangkai hewan ternak babi yang dibuang ke sungai juga dianggap dapat mencemari kualitas dari air sungai. Malah yang lebih parahnya lagi, hal ini dikhawatirkan akan berpotensi memicu beragam penyakit infeksi yang bisa menjangkit manusia.
"Meskipun Hog Cholera atau Classical Swine Fever (CSF) tidak menular dari babi ke manusia, namun tindakan pembuangan bangkai babi terinfeksi tersebut akan menyebabkan pencemaran air yang dapat menimbulkan atau berpotensi mengakibatkan gejala penyakit infeksi pada manusia seperti diare, demam, penyakit kulit, dan lainnya terutama pada warga di sekitar aliran sungai," ungkap dr Restuti Hidayani Saragih, SpPD, FINASIM, MH (Kes) kepada wartawan, Kamis (14/11/2019).
Lebih lanjut, dosen di Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU tersebut menjelaskan, hog cholera ini sendiri merupakan penyakit infeksi pada babi yang sebetulnya hanya menjangkiti babi yang sangat menular. Adapun tingkat kesakitannya (morbiditas) dan kematiannya (mortalitas) hampir mencapai 100 persen.
"Penyebabnya adalah infeksi Pestivirus yang masuk dalam famili Flaviviridae. Terdapat bermacam-macam strain virus ini dengan tingkat virulensi mulai dari rendah, sedang sampai dengan virulensi tinggi yang dapat menyebabkan wabah," jelasnya.
Restuti menerangkan, virus dan penyakit ini endemis di Asia, serta juga ada didapati di beberapa belahan dunia lain. Akan tetapi ia menegaskan, hog cholera tidak bisa menjangkiti manusia dan juga tidak dapat ditularkan dari babi ke manusia.
"Dagingnya yang dimakan juga tidak akan menularkan pada manusia," terangnya.
Akan tetapi, menurut Restuti, upaya-upaya kontrol penyakit ini yang umumnya dilakukan oleh berbagai negara adalah melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak babi dengan virus yang dilemahkan (attenuated vaccine). Kemudian melarang atau mengontrol dengan sangat ketat impor hewan babi yang hidup, impor daging babi segar, impor daging babi yang tidak diproses dengan pemanasan yang adekuat, juga impor bahan-bahan biologi terkait babi, misalnya embrio dan cairan semen babi.
Selain itu, melarang peternak memberi makan babi dengan makanan sisa, sampah makanan yang tidak dimasak, melarang pembuangan sampah yang dilakukan melalui kapal di pelabuhan, kemudian dalam tahap eradikasi di tempat terjangkit wabah, hewan babi yang terpapar dan yang terinfeksi harus dimusnahkan dan dikuburkan atau dibakar.
"Pergerakan babi di area yang terjangkit juga dibatasi serta dilakukan tindakan disinfeksi terhadap tempat dan fasilitas yang terjangkit," paparnya.
Restuti mengaku, berdasarkan data yang diperolehnya, saat ini wabah hog cholera telah terjadi di 11 Kabupaten di Sumatera Utara. Di mana ditemukan 4.682 ekor babi yang mati karena hog cholera, dari jumlah populasi babi di Sumut sebanyak 1,2 juta ekor.
"Untuk itu kami mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan atau mengkonsumsi air dari sungai yang tercemar ratusan bangkai babi tersebut, sekaligus menjaga, merawat dan melestarikan lingkungan di sekitar kita," harapnya.
Kendati begitu, Restuti mengaku, dirinya mengapresiasi tindakan Pemprov Sumut yaitu Gubernur Sumut beserta jajarannya termasuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bekerjasama dengan Kepolisian dalam menindak oknum-oknum pelaku, serta mempersiapkan Pergub khusus larangan membuang bangkai ke sungai.
Disamping itu, anggota Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) ini juga mengapresiasi Pemko Medan yang telah membentuk Tim Khusus dalam bertugas menanggulangi permasalahan ini.
"Kita juga mendukung Kepolisian Daerah Sumatera Utara agar menindak pelaku pembuangan ratusan bangkai babi ke sungai sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia," pungkasnya.