Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Agus Widjojo berbicara perihal wacana amandemen UUD 1945. Agus menilai terdapat hal janggal terkait judul Pertahanan dan Keamanan Negara dalam UUD 1945.
"Misalnya saja, saya sebagai latar belakang militer, amandemen tentang judul Pertahanan dan Keamanan Negara. Itu yang menjadi rancu karena aslinya, judulnya itu adalah Pertahanan Negara. Ini berjalan bertolakbelakang dengan reformasi yang ada di lapangan," kata Agus di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Agus kemudian menjelaskan proses masuknya Polri sebagai pihak yang memiliki kewenangan menjaga pertahanan dan keamanan negara. Menurutnya, hal itu terjadi karena perubahan judul Pertahanan dan Keamanan Negara.
"Departemennya itu, kementeriannya itu yang tadi namanya Departemen Pertahanan dan Keamanan, menjadi Departemen Pertahanan. Mengapa setelah diamandemen, dikonstitusi dari Pertahanan Negara menjadi Pertahanan dan Keamanan Negara? Dari situ polisi malah masuk di dalam pasal pertahanan dan keamanan negara tersebut," imbuhnya.
Saat inilah Agus menyinggung perihal konsep keamanan. Dia menilai pemerintah daerah (pemda) seharusnya memiliki kewenangan dalam hal menjaga keamanan di daerah.
"Satu lagi adalah pengecualian fungsi dari pemerintahan daerah. Kalau dikatakan bahwa salah satu pengecualian itu adalah pertahanan dan keamanan, maka dia hanya berlaku ketika era dwifungsi, ketika polisi merupakan bagian dari ABRI," sebut Agus.
"Tetapi sekarang polisi sudah dipisah. Maka sebetulnya pengecualian bagi pemda itu hanya pertahanan, karena keamanan justru melekat pada fungsi pemda. Dan siapa yang bertanggungjawab terhadap keamanan di daerah, justru kepala daerah, dengan alatnya adalah kepolisian," imbuhnya.
Terkait Pertahanan dan Keamanan Negara yang dibicarakan Agus, tertuang dalam BAB XII UUD 1945. Dalam BAB XII poin dua dinyatakan, 'Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung'.
Diberitakan sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan sejumlah hal yang berkembang terkait wacana amandemen UUD 1945. Wacana itu di antaranya terkait amandemen terbatas, hingga tak perlu ada amandemen sama sekali.
"Karena paling nggak dari beberapa bulan saya Ketua MPR, ada lima wacana yang berkembang. Yang pertama adalah perubahan terbatas amandemen, kedua penyempurnaan, ketiga perubahan menyeluruh, keempat kembali ke UUD yang asli, kelima tidak perlu amandemen, kan gitu," kata Bamsoet di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Bamsoet juga menyinggung soal rekomendasi yang diberikan MPR periode 2014-2019, yaitu terkait amandemen UUD 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara. Untuk menuntaskan rekomendasi itu, MPR saat ini tengah gencar bersafari politik ke partai-partai untuk menjaring aspirasi.
"Jadi kita mencoba reminding, kalau kita membaca dari rekomendasi dan keputusan periode lalu, hanya tiga partai yang tidak terlampau sreg untuk amandemen kalau hanya sekadar menghadirkan GBHN. Menurut Golkar, PKS, dan Demokrat cukup melalui UU," ujar Bamsoet.
"Sehingga kami penting untuk bersafari kebangsaan lagi, untuk menggali lebih dalam lagi apa yang kira-kira bisa kami tuntaskan dari pekerjaan rumah periode sebelumnya," lanjut dia.dtc