Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Baghdad. Sedikitnya 13 demonstran tewas hanya dalam waktu 24 jam saat bentrokan kembali pecah unjuk rasa anti-pemerintah berlanjut di Irak. Otoritas Irak menyebutnya sebagai salah satu hari 'terburuk' dalam bentrokan yang terjadi di Irak.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (25/11/2019), bentrokan kembali terjadi antara demonstran antipemerintah dengan pasukan keamanan Irak dalam unjuk rasa pada Minggu (24/11) waktu setempat. Para demonstran yang marah atas korupsi pemerintah dan buruknya layanan publik, melakukan pembakaran ban dan memblokir ruas jalanan utama di ibu kota Baghdad.
Dituturkan sejumlah pejabat keamanan dan rumah sakit yang enggan disebut namanya, tujuh demonstran tewas dalam bentrokan di Provinsi Basra, dekat pelabuhan Umm Qasr. Dalam bentrokan itu, pasukan keamanan Iran menggunakan peluru tajam dan gas air mata untuk membubarkan demonstran.
Empat demonstran lainnya tewas dalam bentrokan di Provinsi Nassiriya. Satu demonstran tewas di Najaf dan satu lainnya tewas di Provinsi Diwanieh.
Salah satu pejabat keamanan di Provinsi Basra menyebut Minggu (24/11) waktu setempat sebagai 'salah satu hari terburuk' sejak dimulainya gerakan unjuk rasa pada Oktober lalu. Sedikitnya 150 demonstran mengalami luka-luka dalam unjuk rasa di wilayah Irak bagian selatan.
Dalam unjuk rasa di Basra, yang menghasilkan 85 persen minyak mentah Irak, para demonstran membakar ban di pusat kota untuk memblokir ruas jalanan utama. Aksi serupa juga terjadi di Nassiriya, saat para demonstran memblokir jalan raya dan jembatan utama dengan membakar ban di tengah jalanan.
Demonstran juga memblokir ruas jalanan menuju Umm Qasr, yang merupakan pelabuhan komoditas utama Irak, sehingga aktivitas perdagangan terhenti.
Sejak mulai digelar pada 1 Oktober lalu, sedikitnya 342 demonstran tewas dan ribuan orang lainnya luka-luka dalam unjuk rasa antipemerintah di Irak. Demonstran turun ke jalanan untuk memprotes korupsi pemerintah yang meluas, kurangnya lapangan kerja dan layanan publik yang buruk, termasuk pemotongan suplai listrik. Sejauh ini demonstran menolak proposal pemerintah untuk reformasi ekonomi dan konstitusional.
Demonstran malah menyerukan agar para pemimpin politik Irak mundur, termasuk Perdana Menteri Adel Abdul-Mahdi.(dtc)