Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sebagai institusi negara yang memiliki otoritas menyediakan data, Badan Pusat Statistik (BPS) selalu jadi acuan dalam penentuan arah kebijakan pembangunan nasional. Apapun langkah yang hendak ditempuh, untuk berbagai solusi jangka pendek maupun jangka panjang, hasil riset BPS selalu jadi rujukan.
Termasuk bagi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) yang oleh pemerintah ditugasi mengamankan ketersedian bahan pangan pokok nasional. Berbekal data BPS Bulog menetapkan volume impor beras hingga masa waktu tertentu. Demi memastikan ketersediaan pangan.
Namun rupanya BPS tak selamanya benar atau akurat. Justru sebaliknya keliru. Bulog salah satunya yang "menderita" akibat ketidakakuratan data BPS. Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi B DPRD Sumatra Utara dengan Bulog Wilayah Sumut (25/11/2019) hal itu terungkap.
Pemimpin Wilayah Perum Bulog Sumut, Arwahudin Widiarso, menyatakan saat ini di gudang-gudang milik mereka terjadi penumpukan beras. Akibat impor yang jor-joran dilakukan. Supaya supply sampai masa waktu tertentu tercukupi. Karena ketidakmampuan petani menyediakan. Sehingga ketahanan pangan terjamin. Akan tetapi akibatnya Bulog saat ini menanggung utang tak sedikit.
"Akibat penumpukan beras di gudang-gudang, saat ini Bulog harus membayar bunga utang Rp 10 miliar. Total utang Bulog berjumlah Rp 2 triliun," tegas Arwahudin.
Ungkapnya, saat ini Bulog Sumut menimbun beras sebanyak 57.000 ton di gudangnya di Jalan Bilal. Mampu menutupi kebutuhan hingga bulan Februari 2020.
Atas fakta tersebut, anggota Komisi B dari Fraksi PDI Perjuangan, Sugianto Makmur, menyatakan seyogianya Bulog membeli gabah rakyat. Namun tak kuasa melakukan karena harus tunduk pada perintah pusat. Walau akibatnya menyedihkan.
Dia menyatakan karena data BPS yang dijadikan acuan kebijakan impor, seharusnya institusi tersebut jangan pernah melakukan kesalahan. Karena akan membuat arah kebijakan jadi salah. "BPS seharusnya dikenai hukuman mati kalau datanya salah, akibatnya sangat fatal," ujar Sugianto.