Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Anggota DPRD Sumatra Utara, Poaradda Nababan (PDI Perjuangan), secara blak-blakan menuding Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga penipu. Dalam praktik kesehariannya menjalankan fungsinya menjamin pembiayaan pengobatan masyarakat.
"Bencana" defisit triliunan rupiah yang menimpa BPJS, ungkap Poaradda yang juga seorang dokter, penyebabnya tidak lain lembaga itu sendiri. Sehingga sebagai penawarnya, agar kembali bisa sehat, pemerintah menetapkan kenaikan tarif. Untuk semua kelas; I, II dan III. Mulai Januari 2020.
Terang anggota Komisi E ini, ada sejumlah kejanggalan yang dilakukan orang-orang atau pekerja BPJS yang membuat mereka mengalami kerugian. Pertama, karena hanya berfungsi sebagai pelaksana dan bukan regulator, mereka tidak mau mencermati hingga ke lapangan faktor-faktor penyebab terjadinya defisit.
"Seharusnya orang BPJS menguasai fakta lapangan dan mengetahui dengan benar faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya defisit," ujarnya.
Kedua, saat pengobatan pasien yang membutuhkan penanganan oleh ahlinya, seringkali rujukan diarahkan ke Rumah Sakit type A. Seperti, dokter spesialis bedah, sesungguhnya RS type C atau B ada yang bisa melaksanakan. Karena dibawa ke RS type A, biayanya jadi melonjak.
Ketiga, saat opname atau rawat inap di RS, pasien dibatasi hanya boleh empat hari. Setelah itu, entah dalam kondisi bagaimanapun, orang sakit itu harus check out. Kemudian bisa kembali jika masih butuh perawatan lanjutan. Jika tidak maka pembiayaannya tidak ditalangi BPJS. Menjadi pasien berobat umum, biaya pribadi.
"Banyak kali pengaduan warga yang sampai ke aku untuk jenis masalah seperti ini. Disuruh pulang padahal masih sakit. Ini ulah orang BPJS, bukan RS. Bukankah ini artinya BPJS penipu," tegas Poaradda.
Keempat, gara-gara manajemennya yang seperti itu, warga hanya mendaftar jadi peserta BPJS satu bulan jelang berobat. Mengatasi syarat aktif 14 hari agar kartu kepesertaan berfungsi. Kemudian seusai berobat atau dirawat di RS, pasien tidak aktif lagi membayar iuran.
Kendati menyetujui keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS hingga mencapai 100%, Poaradda tidak percaya hal itu bisa menyelesaikan persoalan defisit yang saat ini terjadi. Mengingat sistem pelayanan dan orang-orang yang menjalankan dengan sangat buruk, masalah di dalam BPJS masih akan berlangsung.
"BPJS harus direorganisasi, orang-orang yang mengurusi harus diganti," tuturnya.
Kepada Deputy Direktur BPJS Kesehatan Sumut, Maryamah, yang hendak dikonfirmasi soal tudingan ini, dia menolak. Dijumpai seusai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi E (3/12/2019), dia malah cicing. Bersama stafnya, keduanya melarikan diri. Menjauh dari kejaran beberapa wartawan.
"Nanti..nanti, ini masih mau ada acara," ujarnya berdalih sembari berjalan terburu-buru.