Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Lewat Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam (FKG PAI) Sumatra Utara, 98 guru Agama Islam non-Pegawai Negeri Sipil dari berbagai sekolah di Kota Medan dan Deli Serdang mengadu ke Komisi E DPRD Sumut, Senin (9/12/2019). Pasalnya, Kementerian Agama belum membayarkan uang impassing milik mereka yang jumlahnya miliarn rupiah.
Kata Wakil Sekretaris FKG PAI, Burhanuddin Ritonga, uang inpassing merupakan uang penyetaraan yang harus mereka dapatkan agar gajinya sesuai dengan guru yang berstatus PNS. Penetapannya secara berkala satu kali dalam tiga bulan oleh Dinas Pendidikan, lalu dibayarkan Kantor Kemenag di setiap kabupaten/kota.
Pembayaran inpassing diberlakukan sejak 2010 secara nasional berdasarkan surat keputusan bersama Kementerian Diknas dan Kemenag.
Akan tetapi, terang Burhanudin, ketentuan baru Peraturan Menteri Agama No 43/2014 membatalkan hal inpassing mereka antara tahun 2010-2014. Yang dibayar hanya sejak 2015. Itupun terjadi kemacetan. Untuk tahun 2017 belum dibayarkan selama 10 bulan. Sedangkan di tahun 2019 tersisa enam bulan yang tak dibayar. Khususnya untuk guru Agama Islam di Medan dan Deli Serdang.
Di hadapan Komisi E DPRD Sumut yang dipimpin Dimas Tri Adji (Nasdem) secara rinci tindakan Kemenag tersebut dipaparkan Burhanuddin dan pengurus FKG PAI lainnya. Dalam rapat dengar pendapat yang turut dihadiri Kepala Kanwil Kemenag Sumut, Iwan Zulhami, serta pejabat Disdik Sumut.
"Uang inpassing kami yang belum dibayar tahun 2017 Rp 1,2 miliar. Ditambah lagi tahun 2019. Lalu untuk tahun 2010-2014 dengan perkiraan setiap tahun Rp 1 miliar, total miliaran rupiah yang belum dibayarkan. Kami sudah dizolimi Kemenag," tegas Burhanuddin yang sudah menjadi guru Agama Islam di SMA Prayatna (Tembung) sejak 2001.
Ungkapnya, tidak sedikit kolega mereka sesama guru yang sudah meninggal dunia dan memasuki masa pensiun tetapi uang inpassingnya belum dibayarkan. Mereka mendesak agar itu juga diberikan.
"Sudah berulangkali kami mendesak agar pemerintah membayarkan hak kami itu, tetapi selalu dijawab uang DIPA sudah habis," tutur Burhanuddin.
Iwan Zulhami merespon tuntutan Burhanuddin Cs menyatakan bukan mereka tidak ingin membayarkan uang inpassing para guru Agama Islam non-PNS tersebut. Bukan pula tidak menganggarkan. Dia meminta pihaknya tidak dituduh seolah-olah melakukan hal semacam itu.
Sebagai lembaga vertikal yang kewenangannya berada di pusat, Iwan mengaku hanya melaksanakan apa yang diperintahkan dari pusat. Karena yang bermasalah adalah Deli Serdang dan Medan, maka yang harus membayarkan adalah Kantor Kemenag di dua daerah tersebut.
Dia berkeinginan permasalahan uang inpassing tersebut selesai secepatnya. Dengan cara mempertemukan para guru dengan Kantor Kemenag Medan dan Deli Serdang. Sehingga diketahui titik permasalahannya.
"Saya ingin ini cepat selesai, setuju kalau Kantor Kemenag Medan dan Deli Serdang dipanggil, sehingga tidak lagi berkepanjangan," tegas Iwan.
Dimas Tri Adji dan anggota Komisi E lainnya berencana mendesak Kementerian Agama di Jakarta segera menyelesaikan pembayaran inpassing para guru Agama Islam non-PNS tersebut. Juga soal mekanisme penetapan penerima uang inpassing yang terbilang janggal. Yang menetapkan Diknas tetapi yang membayar Kemenag.
"Segera kami akan melakukan kunjungan kerja ke Kemenag mendesak penyelesaian masalah ini," kata Dimas.