Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Peran pemuda dewasa ini tidak hanya sebagai agen perubahan, tetapi juga menjadi tiang bagi penegakan hak asasi manusia. Apalagi di zaman milenial 4.0 ini yang mana pemuda merupakan aktor utama sekaligus yang paling merasakan dampaknya. Demikian dijelaskan Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Negeri Medan (Unimed) Majda El Muhtaj sebagai refleksi peringatan hari HAM internasional yang diperingati hari ini.
Kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (10/12/2019), Majda menjelaskan, PBB telah menetapkan tema peringatan HAM tahun ini yakni, “Youth Standing Up For Human Rights” (Kaum Muda Berdiri Untuk Hak Asasi Manusia). Tema ini dipilih PBB sebagai responsivitas perubahan dunia yang selain diaktori oleh kecerdasan agregatif kaum milenial juga dampaknya paling dirasakan kaum milenial. Karenanya, dinamika perubahan yang masif kini menuntut kehandalan kaum milenial dalam beragam taraf adaptasi yang cerdas, jelasnya.
"Generasi milenial merupakan realitas perubahan global yang ditandai dengan otomasi, digitalisasi, migrasi dan modernisasi aneka perangkat kecerdasan artifisial. Maka bekal kemelekan digital menjadi kata kunci untuk membingkai perubahan supra-canggih ini ke dalam tatanan keseimbangan dan keadilan sosial yang teruji," kata Majda.
Pendidikan kewargaan yang demokratis dan pendidikan hak asasi manusia, sambung Majda, semakin dibutuhkan untuk mampu beradaptasi dengan iklim kehidupan kaum milenial untuk senantiasa bisa respek pada keragaman dan nalar-nalar keadilan serta kesetaraan. Kebajikan publik menjadi persoalan utama yang muncul ketika relasi sosial semakin dirasakan jauh dari keadilan dan kesetaraan karena dihadapkan pada pilihan tuntutan investasi sebagai ekses dari resesi dunia yang semakin akut dan cenderung menafikan tatanan kehidupan yang adil dan berkesinambungan.
Apalagi, belakangan ini investasi menjadi terma yang acapkali menggelinding sebagai antitesis dari kerunyaman struktur ekonomi global dan berimplikasi pada tatanan ekonomi nasional. Investasi infrastruktur dalam jumlah yang sangat besar dan terjadi secara masif sangat dirasakan belum mampu tegak lurus dengan ekspektasi sosial masyarakat.
Faktanya laju investasi juga belum mampu mengurangi angka buta huruf dan ketidakmelekan digital masyarakat. Laju investasi masih disemangati oleh kemandirian semu yang sesungguhnya menjadi “mimpi buruk” bagi sebagian masyarakat yang dalam faktanya masih berada dalam politik ekonomi marjinalisasi pembangunan yang ditandai dengan penggusuran, pengangguran, kriminalitas, hedonistik dan individualistik.
"Di sinilah kaum milenial dipanggil untuk urun rembug secara aktif-partisipatif berdiri tegak memantapkan keajegan nilai-nilai demokrasi yang respek pada hak asasi manusia. Dalam spektrum hak asasi manusia, investasi sejatinya tetap dipandang sebagai sarana, bukan tujuan pembangunan. Sebagai sarana, investasi yang sarat dengan aktivitas entitas bisnis yang berkorelasi kuat dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia," jelasnya.
Akhirnya, lanjut Majda, dorongan kuat untuk berdirinya kaum muda di baris terdepan bagi pemajuan hak asasi manusia sesungguhnya merupakan aset nasional untuk melanggengkan kecerdasan dan harapan bagi tegaknya keadaban bangsa Indonesia.