Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Walau sudah memenuhi kriteria sesuai Permendiknas No 6/2018 tentang penugasan guru menjadi kepala sekolah, puluhan guru SMA/SMK di Sumatra Utara nasibnya terkatung-katung. Tak kunjung diangkat menjadi kepala sekolah, hingga sebagian di antaranya memasuki usia jelang pensiun.
Disebutkan didalam Permendiknas, diharuskan guru yang sudah memenuhi kwalifikasi menjadi kepala sekolah memiliki Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS) yang diperoleh dari Lembaga Pelatihan dan Pendidikan Kepala Sekolah. Serta Surat Tanda Tamat Pelatihan dan Pendidikan dari Lembaga Penjaminan dan Pengembangan Mutu Pendidikan.
Untuk mendapatkan NUKS selama berbulan-bulan para guru mengikuti pendidikan di LPPKS, Desember 2018 hingga Juni 2019. Menghabiskan anggaran Rp 2miliar yang berasal dari APBD.
Sabar Silaen beserta sejumlah guru yang tergabung dalam Forum Musyawarah Kepala Sekolah dan Calon Kepala Sekolah menjelaskan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi E DPRD Sumut, Selasa (10/12/2019). Turut hadir dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi E, Dimas Tri Adji, ini Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Arsyad Lubis, dan beberapa stafnya.
Kata Sabar, hingga kini mereka tak kunjung diangkat menjadi kepala sekolah. Bukannya menjalankan Permendiknas, Gubernur Edy Rahmayadi malah membuat ketentuan baru. Meleksanan assesment melalui Disdik untuk guru yang akan menjadi kepala sekolah. Selain itu juga mengangkat pelaksana tugas (Plt.) kepsek, tetapi bukan dari guru-guru yang sudah memenuhi persyaratan.
"Untuk apa Permen itu, saya melakukan assesment," ujar Sabar menirukan ucapan Gubernur Edy dalam satu pertemuan dengan para guru.
Akibatnya di sejumlah sekolah saat ini kepala sekolahnya berstatus Plt., entah sampai batas waktu kapan. Di beberapa sekolah lainnya kepsek dijabat guru yang belum memiliki NUKS dan STTPP.
Misalnya, di SMKN 14 di Jalan Karya, SMAN 21 dan SMAN 20 yang seluruhnya berlokasi di Medan.
"Sepertinya ada sesuatu permainan di balik assesment itu sehingga ketentuan Permendiknas dilaksanakan," terang anggota forum lainnya, Pangaribuan.
Oleh Dimas dan anggota Komisi E lainnya disebutkan pelaksanaan assessment sebagaimana ditentukan Gubernur Edy tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Permendiknas. Tidak ada dasar hukumnya hal itu dilakukan. Oleh sebab itu harus dievaluasi.
"Apa dasarnya assessment dilakukan. Tidak ada didalam Permendiknas dinyatakan agar Sumut bermartabat maka harus dilakukan assesment untuk menetapkan kepala sekolah SMA atau SMK Negeri, harus dihentikan," tegas Dimas.
Oleh anggota Komisi E, Berkat Laoli, disebutkan di bank data sudah ada 41 nama guru calon kepala sekolah yang sudah memenuhi kwalifikasi. Mereka yang harus dipilih menjadi kepala sekolah. Tanpa harus melalui assessment lagi.
Arsyad menyatakan kebijakan assessment oleh Gubernur Edy dilakukan mengingat peralihan pengelolaan SMA dan SMK sederajat yang beralih dari Pemkab ke Pemprov Sumut. Itu sebabnya dilaksanakan assessment. Kendati demikian dia menyatakan permintaan DPRD Sumut ke Edy.
"Nanti akan disampaikan apa yang dinyatakan DPRD Sumut kepada Gubernur mengevaluasi assessment," terangnya.
Kepada Forum Musyawarah Kepala Sekolah dan Calon Kepala Sekolah dia meminta agar bersedia ditetapkan menjadi kepala sekolah walau jauh hingga ke Kepulauan Nias.