Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan.Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) sangat prihatin dengan mati suri-nya beberapa industri konstruksi nasional.
Padahal saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur. Ternyata banyaknya pekerjaan infrastruktur belum mampu membangkitkan industri rantai pasoknya.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gapensi, Iskandar Z. Hartawi pada acara Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) Badan Pengurus Daerah (BPD) Gapensi Sumut, di Medan, Rabu (18/12/2019) sore.
Iskandar Hartawi menegaskan bahwa masyarakat jasa konstruksi tidak boleh putus asa dan menyerah begitu saja dari serbuan material-material dan peralatan konstruksi dari luar negeri.
Gapensi sebagai asosiasi jasa konstruksi nasional terbesar dan tertua di Indonesia bahkan di Asean, memiliki jaringan pengurus daerah di 34 provinsi dan pengurus cabang di lebih dari 512 kabupaten, mempunyai komitmen kuat untuk ikut mendukung kebangkitan industri konstruksi nasional.
“Kami pengurus pusat dan daerah akan road show terus menerus ke seluruh daerah di 34 titik untuk mengampanyekan secara masif agar penggunaan material-material konstruksi produksi industri nasional dalam proyek-proyek yang kami kerjakan menjadi suatu keharusan. Kampanye ini kami khususkan dulu kepada anggota kami yang saat ini berjumlah lebih dari 32 ribu lebih perusahaan," ujarnya.
Iskandar juga mengajak industri-industri rantai pasok nasional, baik BUMN maupun swasta nasional dan juga dari Kementerian Pekerjaan Umum serta LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional) dalam mengampanyekan hal tersebut.
Berdasarkan informasi dari anggota Gapensi di lapangan, selalu saja harga termurah yang menjadi pertimbangan dalam penentuan pemenang tender di proyek-proyek pemerintah. Hal itu selalu menjadi masalah dalam mendapatkan kualitas konstruksi yang baik.
"Misalkan dalam penyediaan besi beton. Kita semua pasti mengenal istilah besi banci. Dikatakan besi 10 misalnya, tapi kenyataannya setelah diukur hanya 8 mm diameternya. Ini jelas tidak sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia), belum lagi kualitas kekuatannya," ungkapnya.
Bendahara Umum BPP Gapensi, Ken Pangestu menambahkan, saat ini di pasaran beredar begitu banyak besi-besi yang tidak jelas asal usulnya, dengan kualitas jauh di bawah standard SNI. Selain itu juga banyak ditemukan jenis-jenis besi dari luar negeri yang sebenarnya sudah mampu diproduksi di industri nasional.
"Tentunya kondisi ini sangat memukul industri nasional untuk bisa berkembang dengan baik," ujar Ken yang juga dari Masyarakat Konstruksi Baja Indonesia.
Dari data asosiasi baja ini, ternyata kurang lebih 50% pemakaian besi nasional saat ini dipenuhi oleh produksi impor, sementara kapasitas rata-rata industri besi nasional terpakai baru sekitar 60 %.
Untuk itu, Gapensi mengajak seluruh pemangku kepentingan dunia kontruksi nasional untuk bekerjasama dan memiliki komitmen kuat untuk memakai produksi nasional ber-SNI.
Pemerintah sebagai regulator juga harus dituntut memiliki komitmen dan usaha keras untuk membangun industri konstruksi nasional sejak saat perencanaan, yakni dengan mewajibkan penggunaan semua material dan peralatan konstruksi merupaka produksi nasional ber-SNI. Terlebih-lebih jika proyek tersebut bersumber dari dana APBN atau APBD.
Saat ini Gepensi sedang mengembangkan sebuah aplikasi untuk mempertemukan kontraktor dengan industri rantai pasok yang akan memudahkan masyarakat jasa konstruksi khususnya anggota Gapensi, dalam mendapatkan material konstruksi dalam negeri yang ber-SNI.
"Industri konstruksi dengan industri rantai pasok. Jadi kita mempertemukan di online dan offline supaya apa yang dibutuhkan teman-teman di industri konstruksi bisa dengan cepat dan mudah disupply oleh industri konstruksi itu sendiri. Jadi tidak ada alasan lagi kita pakai barang impor. Jadi kita harus membangun Indonesia itu dengan produk dalam negeri dan ber-SNI," tegasnya.