Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pertanian Jepang patut dicontoh. Memang mengagumkan karena lahan pertanian di Jepang hanya 25% dari total wilayahnya. Tapi mampu memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Jepang. Mungkin, karena dilatar belakangi sumberdaya alam yang miskin, Jepang menjadi kreatif, apalagi pasca kekalahan dalam perang dunia II.
Saya telusuri di Google, salah satu kebijakan Jepang adalah mengkonsolidasikan lahan pertanian yang terpecah-pecah dengan luasan kecil sehingga memadai. Bayangkan, jika kepemilikan lahan pertanian berkisar di antara 10-30 hektare per kepala keluarga (KK) petani. Bandingkan dengan Indonesia rata-rasa masih 0,6 hektare per KK.
Tak heran jika produksi pertanian Jepang sangat tinggi. Apalagi musim tanam hanya satu musim dari empat musim yang ada.
Uniknya, semua petani menjadi anggota Japan Agriculture Cooperative (JAC), sejenis koperasi pertanian. JAC memiliki jaringan kerja sama dengan supermarket lokal, pasar internasional dan pemerintah. Memiliki beragam fasilitas yang tersebar di seluruh Jepang, seperti packaging center, processing center, pasar saprodi, pasar penjualan langsung (direct sale market), supermarket, gudang, penggilingan beras, fasilitas pembuat pupuk organik.
Soal pemasaran pun terjawab. Malah produk petani terjual dengan harga di atas rata, sehingga memakmurkan petani. Seluruh hasil petani masuk pula ke rekening bank. Petani menjadi bank minded dan mudah meraih kredit. JAC juga berperan menyalurkan sarana produksi pertanian, pupuk dan benih termasuk mesin pertanian.
JAC juga mengeluarkan kebijakan agar pasar lokal memprioritaskan hasil petani. Setiap supermarket wajib menyediakan outlet khusus bagi para petani agar dapat melakukan direct sale.
Pemerintah Jepang memahami benar bahwa meskipun sudah menjadi Negara industri maju, namun memandang pertanian sebagai salah satu penentu kemakmuran Jepang. Kapan gerangan petani Indonesia sehebat petani di negeri Sakura tersebut?