Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Kinerja perekonomian global yang kurang menggembirakan berdampak buruk terhadap realisasi ekspor Sumatra Utara (Sumut). Terlebih lagi Cina yang merupakan tujuan ekspor terbesar Sumut, tidak mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang bagus. Tidak ayal, kinerja ekspor Sumut semakin memprihatinkan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, ekspor Sumut periode Januari-November 2019 sudah terpangkas US$ 1,071 miliar atau 13,19% menjadi US$ 7,050 miliar dari Januari-September 2018 senilai US$ 8,122 miliar.
Penurunan ekspor Sumut terutama disebabkan oleh anjloknya ekspor sektor industri sebesar 14,39% atau US$ 1,076 miliar menjadi US$ 6,406 miliar dari Januari-November 2018 senilai US$ 7,482 miliar. Sementara ekspor sektor pertanian masih bisa tumbuh 0,77% atau US$ 4,902 juta dari US$ 639,464 juta menjadi US$ 644,366 juta.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sumatra Utara (USU), Wahyu Ario Pratomo, menatakan, Cina memiliki peran hingga 35,24% dari total ekspor Sumut. "Jadi melambatnya pertumbuhan ekonomi Cina yang diperkirakan tahun 2019 kemarin sekitar 6% menyebabkan permintaan barang/komoditi yang diekspor dari Sumut mengalami penurunan. Selain itu, penurunan permintaan ekspor Sumut juga berasal dari Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara ASEAN," katanya, Selasa (14/1/2020).
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina yang dipicu perang dagang dengan AS, memang membuat negara tersebut mengurangi permintaan bahan baku industri sehingga berimbas besar terhadap Sumut. Pasalnya, bahan baku industri Cina berasal dari ekspor komoditas asal Indonesia khususnya Sumut.
Dikatakan Wahyu, penurunan ekspor karena buyer mengurangi pembelian, tentu bukan hal yang mudah untuk Sumut. Untuk ekspor memang cukup sulit untuk meningkatkanya pada saat ini, mengingat situasi perekonomian global yang masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Perang dagang AS dan Cina masih berlanjut. Di samping itu, konflik AS dan Iran di Kawasan Teluk juga dapat memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian dunia.
"Untuk itu, pemerintah harus mengambil momentum ini dengan melakukan strategi import substitusi atas barang-barang yang bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia," kata Wahyu.