Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini akan mengumumkan perkembangan ekspor impor. Angka neraca perdagangan diprediksi masih akan mengalami defisit baik secara bulanan maupun keseluruhan 2019.
Namun defisit diprediksi lebih kecil dibandingkan periode tahun 2018. Apa saja penyebabnya?
Kepala ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro memprediksi ekspor Indonesia akan turun pada Desember 2019. Sementara itu harga CPO mengalami kenaikan 51,7%.
Hal ini terjadi karena permintaan yang lebih tinggi dan pasokan yang terbatas. Penyebabnya, India telah memangkas bea impor untuk CPO, sementara Indonesia dan Malaysia telah mengadopsi program B30 dan B20 sejak awal tahun 2020.
Dia juga menjelaskan impor diperkirakan turun 6,88% pada Desember 2019. Meskipun ada kenaikan harga minyak, namun hal ini berdampak kecil karena pemerintah menerapkan sejumlah kebijakan untuk mengurangi impor terutama pada minyak dan gas.
"Kami memperkirakan neraca perdagangan pada Desember 2019 masih akan mengalami defisit US$ 406,47 juta. Sedangkan keseluruhan 2019 defisit US$ 3,51 miliar angka ini lebih kecil dibandingkan periode 2018 yang defisit US$ 8,7 miliar," ujar Andry dalam keterangannya, Rabu (15/1/2020).
Karena itu current account deficit (CAD) diperkirakan akan menyempit ke -2,6% dibandingkan periode tahun sebelumnya -2,93%. Hal ini sejalan dengan data Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan cadangan devisa tercatat US$ 1269,2 miliar naik US$ 2,6 miliar dibandingkan periode bulan sebelumnya US$ 126,6 miliar.
Dia mengharapkan cadangan devisa bisa mencapai US$ 130 miliar - US$ 133 miliar pada akhir 2020. Hal ini disebabkan karena perlambatan ekonomi global dan kebijakan moneter The Fed yang mengarah ke dovish yang menyebabkan banyaknya aliran modal asing yang masuk ke pasar negara berkembang.
"Pemerintah juga telah mengusulkan Omnibuslaw yang bisa mengundang lebih banyak FDI dengan fokus manufaktur yang berorientasi ekspor," jelas dia.
Namun masih ada risiko ke depan yang membayangi pertumbuhan ekonomi global dan membebani ekspor Indonesia. Pada 2020 CAD diproyeksi sedikit melebar menjadi 2,88% dari Produk Domestik Bruto (PDB) karena membaiknya iklim investasi domestik dapat meningkatkan bahan baku dan barang modal impor.
Sebelumnya Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengungkapkan sejumlah indikator perdagangan Indonesia cukup positif. Misalnya manufaktur yang memberikan confidence untuk trade balance Indonesia.
"Beberapa indikator impor juga membaik, khususnya dari sisi migas. Karena kita melihat dampak dari kebijakan B20 ini, tentunya mengurangi negara untuk melakukan impor migas," jelas dia.(dtf)