Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani membeberkan data barang kiriman yang masuk ke Indonesia pada tahun 2019 mencapai 57,9 juta paket. Angka tersebut melonjak drastis dari tahun 2017 yang hanya 6,1 juta paket, dan 2018 19,5 juta paket.
Hariyadi menerangkan, dari 57,9 juta paket tersebut 96,6% dikirim ke Batam yang transaksinya dilakukan lewat e-commerce.
"Dari 57,9 juta consignment notes (barang kiriman) itu, 45 jutanya dari Batam, itu 96,6%, dan tujuannya e-commerce," kata Hariyadi di kantor Apindo, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Lonjakan tersebut dinilai sangat mengganggu aktivitas perdagangan para pelaku usaha dalam negeri. Bahkan, ia memprediksi pada tahun 2019 pelaku usaha dalam negeri kehilangan pendapatan hingga US$ 3,75 miliar atau sekitar Rp 51,15 triliun (kurs Rp 13.633).
Ia mengatakan, normalnya pertumbuhan barang kiriman impor ke Indonesia setiap tahunnya 5%. Seharusnya, di tahun 2019 jika peningkatannya normal maka jumlang barang kiriman yang diimpor langsung ke Indonesia itu hanya 8 juta paket. Kemudian, dari 8 juta paket itu dikurangi dengan angka barang kiriman aktualnya pada tahun 2019 yakni 57,9 juta atau dibulatkan menjadi 58 juta paket. Sehingga, ditemukan angka 50 juta paket yang merenggut pasar pelaku usaha dalam negeri.
Bila 50 juta paket itu dikalikan dengan besaran bea masuk barang kiriman impor sebelumnya yakni US$ 75, maka pelaku usaha dalam negeri kehilangan US$ 3,75 miliar pada tahun 2019.
"58% dikurangi pertumbuhan normal tadi, 8%, jadi 50 consignment notes. Dikali US$ 7,5, ketemulah US$ 3,750 miliar, itu kalau nggak di under-invoice. Nah itulah sebetulnya yang harusnya bisa dinikmati oleh industri dalam negeri. Ini yang perlu kita pahami betul," terang Hariyadi.
Sehingga, dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 199/PMK.04/2019 mulai 30 Januari 2020, akan ada keadilan yang tercipta bagi pelaku usaha dalam negeri khususnya UMKM. Pasalnya, dalam PMK tersebut, pedagang yang mengimpor barang jualannya seharga US$ 3 atau sekitar Rp 45.000 wajib dikenakan bea masuk dan pajak sebesar 17,5% .
"Jadi kalau rekan-rekan merasa harga barang impor murah banget ini yang tidak fair kompetisi untuk harga jualnya. Oleh karena itu kami mendukung penuh penerapan dari PMK 199 tahun 2019," pungkasnya.(dtf)