Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pengadilan Negeri Simalungun akhirnya menyatakan Jonny Ambarita dan Tomson Ambarita, 2 orang masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Desa Sihaporas, Pematang Sidamanik, Simalungun, Sumatra Utara, bersalah. Keduanya dijatuhkan pidana penjara (pasal 170 KUHP) selama 9 bulan. Pembacaan putusan itu dinyatakan dalam sidang putusan akhir majelis hakim PN Simalungn yang dipimpin Roziyanti, SH, Kamis (13/2/2/2020).
"Putusan yang diambil majelis hakim ini tentu saja membuat kami kecewa. Karena fakta-fakta persidangan seperti keterangan saksi dan video yang ditunjukkan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Jonny dan Tomson melakukan pemukulan terhadap humas dan security pihak PT.TPL seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum," kata Biro Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Agustin Simamora dalam siaran tertulisnya kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (14/2/2020).
Putusan ini menjadi bukti begitu langka dan sulitnya bagi masyarakat kecil khususnya masyarakat adat untuk mendapatkan keadilan. Majelis hakim mengabaikan semua fakta-fakta hukum yang ada. Secara keseluruhan, perjuangan masyarakat adat dalam upaya mempertahankan wilayah adatnya berujung kriminalisasi dan berakhir di meja persidangan sebagai pihak yang kalah, ungkap Agustin.
Oleh karena itu, AMAN Tano Batak, lanjut Agustin, menyatakan sikap sebagai berikut.
1.Menolak putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun yang menjatuhkan pidana penjara 9 bulan terhadap Jonny dan Tomson Ambarita.
2.Mendesak Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk segera mengakui wilayah adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas dan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan dengan mengeluarkan SK Bbupati untuk memutus mata rantai kriminalisasi terhadap masyarakat adat dari perusahaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Jonny Ambarita dan Tomson Ambarita dilaporkan pihak PT TPL dengan tuduhan melakukan pemukulan terhadap staf PT TPL. Hal itu terjadi saat warga Sihaporas bentrok dengan pihak PT TPL terkait lahan, 16 September 2019 lalu. Ironisnya, pihak PT TPL yang terlibat bentrokan itu dan sudah dilaporkan warga, belum diproses secara hukum.