Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tidak mudah untuk menebak siapa gerangan yang ditetapkan oleh PDIP sebagai calon Wali Kota Medan. Dengan tak menepis kemungkinan nama-nama lain, tapi tampaknya Akhyar Nasution akan bersaing ketat dengan Bobby Nasution.
Waduh, ini sesama Nasution. He-he jadi teringat ungkapan, bahwa “sesama bus kota dllarang saling mendahului”. Tapi, maaf, ini bukan kisah bus kota yang melaju di jalan raya. Tapi kontestasi politik ketika semua orang mempunyai hak yang sama.
Memang jika melihat historiografi keduanya sangat berbeda. Akhyar adalah anak Medan. Dia lahir di Medan pada 21 Juli 1966. Beberapa bulan lagi dia genap berusia 54 tahun. Sejak SD, SMP dan SMA dia bersekolah di Medan. Meraih sarjana pun dari USU Medan.
Akhyar juga kader PDIP Medan sehingga terpilih sebagai anggota DPRD Kota Medan periode 1999-2004. Nah, pada Pilkada Kota Medan2015, dia tampil sebagai calon wakil wali kota Medan mendampingi Dzumi Eldin.
Lalu, pada 17 Februari 2016, Akhyar dilantik menjadi wakil wali kota. Tapi pada 17 Oktober 2019, dia menjadi pelaksana tugas wali kota Medan karena Eldin tersandung kasus hukum.
Adapun Bobby lahir di Medan pada 5 Juli 1991. Tak seperti Akhyar, dia sering berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti tugas ayahnya, Erwin Nasution selaku orang PTPN. Bobby duduk di bangku SD di Pontianak. SMP dan SMA di Bandar Lampung.
Kemudian melanjut ke IPB jurusan Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta S2 di IPB juga dengan mengambil jurusan Program Magister Bisnis pada 2016.
Jika Akhhar adalah politikus, Bobby sejak 2011, saat berumur 20 tahun, sudah menjajal bisnis properti. Ia merenovasi rumah untuk dijual kembali. Hingga akhirnya terlibat dalam proyek Malioboro City di Yogyakarta.
Bobby bergabung dengan perusahan besar properti Takke Group pada November 2016 sebagai Direktur Marketing. Ia juga pemegang saham Takke Group sekitar 10-20%.
Eh, Bobby bertemu Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi saat mereka menempuh pendidikan di IPB. Mereka pun menjalin kasih hingga menikah 8 November 2017.
Pendek kata, Akhyar adalah “anak Medan sejati.” Sedangkan Bobby adalah “anak Medan perantau.” Boleh jadi Akhyar lebih menghayati poblem kota Medan. Meski tak berarti “anak rantau” tak bisa menjiwai masalah kota Medan.
Memang, mantan Wali Kota terdahulu adalah mereka yang berkecipung di Medan, seperti Abdillah, Afifuddin, Rahudman Harahap dan Eldin. Tapi jangan lupa jika Jokowi, mantan Wali Kota Solo terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Plt Dalam Batin
Akhyar memang lebih populer dibandingkan dengan Bobby. Tapi Bobby bisa saja mengejarnya dengan mengintensifkan komunikasi dengan masyarakat kota Medan.
Memang beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristianto melempar sinyal bahwa pihaknya akan mengusung kader internal, yakni Akhyar Nasution untuk bertarung di Pilkada Medan. Hal itu, terungkap ketika Hasto tampil di arena Rakerda DPD PDIP Sumut, di Hotel Polonia, Medan, Sabtu (8/2/2020).
Namun Hasto menyebut nama Bobby, menantu presiden Jokowi, juga mendaftar ke PDIP bersama beberapa tokoh lainnya.
“Partai akan bersikap objektif mendengarkan aspirasi rakyat, dan dalam waktu dekat kami akan mengmumkan calon-calon tersebut,” kata Hasto.
Hasto menyebut bahwa keputusan final merupakan kewenangan Ketua Umum PDIP, Megawai Sokarnopurti.
Meski menyebut bahwa kader dalam perpektif partai sangat ideal untuk menempati jabatan-jabatan strategis, tapi Pemilu adalah milik rakyat yang menjadi hakim tertinggi. ”Karena itu kami harus mendengarkan suara rakyat,” kata Hasto.
Namun ketika menyapa kader banteng yang berstatus sebagai Kepala Daerah, tiba giliran Akhyar, Hasto tidak menyebut embel-embel Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan. “Kita menyebut Plt-nya pelan-pelan saja. Saya menyebut Plt-nya dalam batin, yang kita keluarkan Wali Kota Medan,” kata Hasto.
Tiba-tiba, terdengar pekikan kata “merdeka” diteriakkan oleh Akhyar dengan suara keras. Entahlah, apakah ini “isyarat terpendam” atau hanya “humor politik.”
Toh Bobby masih berkemungkinan diusung oleh Gerindra yang juga berhak mencalonkan kandidat KDh karena bersama PDIP memperoleh 10 kursi di DPRD Medan. Apakah mereka akan bersaing tidak hanya dalam meraih tiket pencalonan di hulu, tetapi juga dalam Pilkada di hilir, wah, kian seru!