Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Sumut mendukung penuh langkah Asosiasi Penambang Nikel (APNI) memperjuangkan Harga Pokok Mineral (HPM) Nikel di atas Free on Board (FoB) tongkang. Langkah itu dilakukan di tengah kondisi larangan ekspor biji nikel pada 1 Januari 2020 yang membuat penambang dalam negeri berada dalam kondisi mati suri.
Situasi tersebut terjadi akibat rendahnya harga jual komoditas Nikel. Sementara, jika dipaksakan melakukan penambangan, semakin membuat harga tawar menjadi lebih murah dari harga produksi dan mematikan perusahaan.
“HIPMI Sumut tentu mendukung penuh langkah APNI, dengan begitu maka tercipta persaingan usaha yang baik, selain itu dampak ekonomi Indonesia juga pasti akan semakin membaik,” ujar Ketua Umum BPD HIMPI Sumut, Mazz Reza Pranata, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (16/2/2020).
“Kami berharap ada kesepakatan dua belah pihak antara smelter dan penambang yang dibuatkan regulasinya dari Menteri ESDM untuk menetapkan harga HPM, apabila ada smelter yang dibeli harga dibawah HPM harus diberikan sanksi,” ungkapnya.
Ia menilai harga internasional bijih nikel saat ini untuk kadar 1.8% FoB Filipina dihargai antara USD 59-61/ wet metric ton (wmt). Sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1.8% FoB sebesar USD 38-40/wmt tetap dalam harga wajar.
Jika dibandingkan dengan harga internasional, tentu tidak memberatkan kedua pihak, baik smelter maupun penambang. Untuk itu dia meminta Kementerian ESDM mewajibkan kepada penambang yang kadar 1.7% dilarang ekspornya Januari 2020.
“Sebab, ada larangan ekspor, maka Kementerian ESDM mewajibkan barang penambang diterima smelter lokal yang kadarnya 1.7%,” tuturnya.