Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Staf khusus Presiden, Dini Purwono, menyatakan Pasal 170 RUU Cipta Kerja (Ciptaker) salah konsep atau misunderstood instruction. Dalam konteks demikian yang patut disayangkan adalah para drafter.
"Pernyataan Staf Khusus tersebut berarti para drafter tidak secara tuntas memahami apa yang dicanangkan dan diinginkan oleh Presiden saat beliau memunculkan ide Omnibus Law," kata Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juawana dalam siaran pers, Jumat (21/2/2020).
Drafter dapat diibaratkan sebagai tukang jahit. Sebagai tukang jahit tentu harus mengikuti apa yang diminta oleh pelanggan. Hal ini karena yang akan menggunakan adalah pelanggan, bukan si tukang jahit.
"Seharusnya para drafter memulai pekerjaannya dengan berdiskusi secara mendalam dengan Presiden dan menteri-menteri terkait," ucap pria yang biasa disapa Prof Hik itu.
Hal ini untuk memastikan apa yang akan dirancang oleh drafter benar-benar sesuai dengan apa yang ada dibenak dan diinginkan oleh Presiden. Hal ini karena Presiden lah yang menentukan legal policy atau politik hukum.
"Bila Omnibus Law Cika (Cipta Kerja) menjadi Undang-undang dan ditegakkan maka apa yang diinginkan oleh Presiden akan benar-benar terwujud di masyarakat," ujar Hikmahanto.
Sebenarnya kesalahan tidak bisa ditimpakan sepenuhnya kepada drafter. Hal itu mengingat Kementerian Hukum dan HAM melalui Ditjen Perundang-undangan perlu melakukan verifikasi atau pengujian sebelum diserahkan ke DPR.
"Kementerian Hukum dan HAM tentunya harus juga menghayati apa yang dipikirkan oleh Presiden. Tanpa menghayati maka sulit Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan verifikasi," beber Hikmahanto.
Peran lain dari Kementerian Hukum dan HAM adalah memastikan agar RUU Omibus Law Cipta Kerja sesuai dengan koridor konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses ini, kata Hikmahanto, sepertinya yang tidak dilampaui oleh Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Sehingga Staf Khusus Presiden menganggap RUU tersebut tidak sesuai dengan instruksi Presiden.
"Dalam konteks demikian tentu masukan tidak bisa dilakukan pasal per pasal RUU yang ada di tangan DPR. Ini karena secara fundamental RUU sudah tidak sesuai dengan keinginan Presiden. Oleh karenanya pemerintah perlu menarik kembali dan memperbaiki secara fundamental RUU Ciptaker," pungkas Hikmahanto.
Berikut pasal yang dimaksud:
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 170
(1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.
(2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(dtc)