Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Syahdan, adalah sebuah cerita. Dua mahasiswa, Rizky dan Andy beruntung diperkenankan riset di sebuah surat kabar. Keduanya dibolehkan pula mengikuti rapat perencanaan redaksi. “Pengalaman yang berharga,” kata Andy. “Kami menyaksikan para redaktur yang paten, dan bukan abal-abal,” kata Rizky.
“Saya minta wartawan pengadilan mengamati ekspresi terdakwa koruptor saat sidang vonis besok,” kata Redaktur Hukum koran itu. “Saya kira dia akan dihukum berat karena tuntutan jaksa saja sudah 10 tahun,” katanya.
“Nah, bagaimana reaksinya saat mendengar vonis. Menangiskah dia karena menyesali perbuatannya?” lanjut si redaktur. Dia juga meminta reporter menyimak reaksi keluarga terdakwa. “Kesal, kecewakah.” “Sempatkan juga menanyai terdakwa apa komentarnya terhadap vonis tersebut.
Redaktur Ekonomi meminta reporter meliput harga-harga kebutuhan pokok yang menaik. Apa keluhan kaum ibu. Mengapa harga menaik? Padahal bulan puasa dan Lebaran masih jauh – yang berarti permintaan normal saja. Atau karena efek sentimen pasar atas serbuan virus Corona?
Redaktur politik mengajukan usul agar dilakukan reportase terhadap anggota DPRD yang menggadaikan SK-nya ke perbankan. Apakah untuk kebutuhan konsumsi seperti membeli sofa baru, renovasi rumah, kredit mobil, atau malah yang produktif seperti mendukung modal bisnis kuliner sang isteri?
Wah, proyeksi berita itu juga penuh dengan perdebatan seru. Ada yang bilang “ah, itu soal biasa.” Yang lain berkomentar “angle-nya kurang dramatis.” Debat pun memanas meskipun proyeksi yang argumentasinya kuat diterima untuk diliput reporter besok..
Rizky dan Andy juga berkesempatan melihat editing berita reporter oleh para redaktur. Ternyata tak hanya soal ejaan dan meringkas berita. Tapi juga menampilkan judul berita yang eye catching. Struktur berita pun berubah. Laporan reporter yang semula “pas-pasan” menjadi enak. Laporan yang lumayan bahkan menjadi sangat menarik.
Para pembaca! Ini hanyalah sebuah cerita di sebuah surat kabat di kota Antah Berantah. Rizky dan Andy pun merahasiakan di koran apa. “Lagi pula orang kadang pantang dipuji. Cepat berpuas diri, lalu kembali melempem,” kata Rizky seraya mengedipkan sudut matanya.