Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Untuk pertama kalinya, T Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan nonaktif duduk di persidangan Tipikor sebagai terdakwa di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (5/3/2020) siang. Eldin menjadi 'pesakitan' dalam kasus suap dari sejumlah kepala dinas senilai Rp 2,1 miliar.
Mengenakan setelan kemeja putih dipadu celana keper hitam, Eldin tampak tenang duduk di kursi terdepan. Telat hampir dua jam lebih dari jadwalnya, sidang Eldin pun dimulai tepat pukul 12.35 WIB. Begitu dimulai, puluhan kamera wartawan langsung menuju Eldin yang duduk di kursi terdakwa.
Pria berkepala pelontos ini seperti berusaha tenang. Puluhan kamera wartawan ditujukan padanya tidak membuat Eldin menoleh. Namun Eldin lebih banyak menunduk atau mengangkat kepalanya ke atas.
Majelis hakim yang diketuai Abdul Azis pun membuka sidang. Jaksa penuntut umum KPK, Iskandar Marwanto diminta membacakan dakwaannya. Di lain sisi, Eldin tidak sendirian di sidang perdananya ini. Dirinya 'dikawal' 8 penasehat hukum (PH) yang siap melakukan pembelaan.
Dalam persidangan, Jaksa KPK ini menyebutkan, terdakwa Eldin telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
"Atau menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap yakni berjumlah Rp 2.155.000.000,00 (dua miliar seratus lima puluh lima juta rupiah) atau sekira sejumlah itu dari beberapa Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/pejabat Eselon II Pemko Medan,” kata JPU Iskandar Marwanto.
Perbuatan Dzulmi Eldin itu diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dalam dakwaannya, JPU menyatakan, Dzulmi Eldin menerima uang antara lain dari Isya Ansyari (Kepala Dinas PU), Benny Iskandar (Kadis Perkim), Suherman (Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah), Iswar S (Kadis Perhubungan), Abdul Johan (Sekretaris Dinas Pendidikan), Edwin Effendi (Kadis Kesehatan), Emilia Lubis (Kadis Ketahanan Pangan), Edliaty (Kadis Koperasi dan UKM), Muhammad Husni (Kadis Kebersihan dan Pertamanan), Agus Suryono (Kadis Pariwisata), Qomarul Fattah (Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Usma Polita Nasution (Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga), Damikrot (Kadis Perdagangan), S Armansyah Lubis alias Bob (Kadis Lingkungan Hidup), Sofyan (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Hanalore Simanjuntak (Kadis Ketenagakerjaan).
Kemudian, Renward Parapat (Asisten Administrasi Umum), Khairunnisaa Mozasa (Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat) Rusdi Sinuraya (Dirut PD Pasar), Suryadi Panjaitan (Direktur RSUD Pirngadi), Zulkarnain (Kadis Kependudukan dan Pencatatan Sipil), Hasan Basri (Kadis Pendidikan), Khairul Syahnan (Asisten Ekbang), dan Ikhsar Risyad Marbun (Kadis Pertanian dan Perikanan). Uang itu diterima melalui Kepala Sub Bagian Protokol Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Medan Samsul Fitri.
Padahal Dzulmi Eldin mengetahui atau patut menduga bahwa uang itu diberikan agar dia tetap mempertahankan jabatan para pemberi. Para kepala OPD yang diangkat terdakwa karena jabatannya memperoleh manfaat dari mengelola anggaran di satuan kerjanya masing-masing.
Perkara ini berawal saat Dzulmi Eldin memberikan kepercayaan pada Samsul Fitri untuk mengelola anggaran kegiatan wali kota baik yang ditampung pada APBD maupun nonbudgeter.
“Untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang tidak ada dalam APBD tersebut, terdakwa memberikan arahan kepada Samsul Fitri untuk meminta uang kepada Kepala OPD di Lingkungan Pemko Medan guna mencukupi kebutuhan tersebut, walaupun sebenarnya Terdakwa mengetahui hal itu bertentangan dengan kewajibannya selaku wali kota,” sebut Iskandar.
Samsul Fitri menindaklanjuti arahan itu dengan meminta uang kepada para kepala OPD/pejabat eselon II. Salah satu permintaan itu terkait kebutuhan dana yang untuk menutupi kekurangan anggaran dalam perjalanan Dzulmi Eldin menghadiri undangan perayaan peringatan 30 tahun “Program Sister City” di Kota Ichikawa, Jepang pada 15 – 18 Juli 2019. Dalam kunjungan ini, Dzulmi Eldin membawa istri dan dua anaknya. Sejumlah kepala OPD juga ikut serta.
Total dibutuhkan Rp 1,5 miliar untuk dana akomodasi kunjungan ke Jepang itu. Sementara APBD Kota Medan hanya mengalokasikan Rp 500 juta.
Permintaan dana, termasuk untuk kunjungan ke Jepang itu, dituruti para kepala OPD atau pejabat eselon II Pemkot Medan.
“Bahwa perbuatan terdakwa melalui Samsul Fitri yang beberapa kali menerima uang secara bertahap sehingga keseluruhannya berjumlah Rp2.155.000.000 atau sekira sejumlah itu,” jelas Iskandar.
Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, majelis hakim menunda persidangan. Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Kamis (12/3/2020) pekan depan dengan agenda eksepsi atau keberatan pada dakwaan.
Perkara ini merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wali Medan T Dzulmi Eldin dkk, Selasa (15/10/2019) hingga Rabu (16/10/2019) dinihari. Dzulmi Eldin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari, dan Samsul Fitri dijadikan sebagai tersangka. Isa telah diadili dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.